Wednesday, March 07, 2012

Disfungsi Akal

Pada awalnya bermuka dari cerita yang datar. Cerita horizontal.
Aksen suaramu yang kental semakin hari semakin kuhafal.
Meredup senja sembari mebakar waktu untuk nyanyian lantang dan juga tawa terpikal.
Acuhkan picingan mata sepasang kekasih di meja sebelah dan menganggap otak kami dangkal.
Ya, memang kami teman dekat, sahabat, erat, lekat. Berteman buliran jam pasir yang terus menerus meminta untuk dibalikkan kami semakin jauh saling mengenal.
Juga seringkali kami melanjut dengan berbagi rasa euforia hura-hura di kota kami bertemu dan tinggal.
Di Jogjakarta, ditengah kota ada satu tempat yang cukup sering kami kunjungi, tidak terlalu besar namun cukup terkenal.
Bungkuskan tubuh jalangku dengan kain hitam sepanjang lutut dan biarkan rambutku tetap tergerai saja, biarkan mereka mengikal.
Gerutuku tentang dia yang suka mengulur waktu dan benar-benar membuatku jengah juga kesal.
Setiap terdengar suaranya setelah kutekan tombol hijau di telepon genggam. Sama. Kudengar "Iya sebentar" masih saja dia bebal.
Dan juga entah berapa kali tanganku terlipat dan mulutku menggerutu kesal.
Namun sudahlah ketika dia datang, masih sama seperti dulu pertama kita berkenal. Selalu saja menyunggi senyum rayu nan nakal.
Entah apa sudah tersistem secara otomatis dalam otakku atau hal sejenis, tarikan sudut bibir di kedua sisinya dengan mudah melebur kesal yang cukup menggumpal.
terlalu banyak wakatu dan kegitan yang kita lakukan bersama. Cukuplah sudah untuk merusakkan segala sistem kerja otak dan berkurangnya fungsi akal.
YAP!
Dan aku rasa sudah cukup pula aku berusaha membuat sistem hati terpental. Aku menyerah kalah, Cal.