Friday, July 29, 2011

Empat Belas

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Aku menjawab dengan pasti tentang empat belas
Kamu mengiyakannya juga
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Apakah aku harus menjawab jujur atau menjawab sekedar menyenangkan
Kuputuskan untuk selalu jujur
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Tentang bagaimana malam itu kamu katakan suka
Meskipun aku bahagia
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Sudikah aku untuk selalu bersamamu
Kututup mata sayu malu ku dan kujawab iya
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Adakah semua yang kulontar adalah benar
Aku takut salah mengingat, kukatakan seadanya, apa adanya
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Tentang hal-hal yang sudah sedikit banyak kau lupakan
Yang aku jawab dengan kerutan
Juga omelan
Yang samasekali tidak membuatmu nyaman
Sempat ada penyesalan
Berharap dan mengiba agar kau maafkan
Aku ragu kamu tahu..

Lalu kukumpulkan semua keraguanku, aku lelah menyimpannya
Ketika masih disimpan, mereka membaret menggaruk dinding jantungku hingga berderit membekas
Kamu mau tahu? Bekasnya masih ada
Lalu untuk apa masih kusimpan?
Yang nantinya lama kelamaan akan mengendap didadaku seiring tubuhku yang membusuk
Kucabut keraguanku hingga akarnya, mereka sudah terlanjur terlalu lama kupelihara, akarnya kuat
Aku putus asa, aku tidak mampu melepaskan hingga akarnya
Tapi kamu membantuku, sembari membawa potongan pecahan botol semalam kamu mengiris sedikit demi sedikit batang ragu itu
Kamu pun lelah
Aku juga lelah meskipun aku tak berhenti mengiris diriku sendiri dengan pecahan botol yang kamu tinggalkan
Dan ternyata aku bisa menebangnya, meskipun tertinggal didalam akarnya

Aku ragu kamu tahu..

Tuesday, July 19, 2011

Oksigen

Halo, bolehkah kau izinkan aku untuk bernafas sejenak? Aku mohon. Dadaku sesak.
Sudah puluhan 24 jam dan dia masih saja disitu. Bisakah sebentar saja kamu katakan sungguh-sungguh?
Aku sakit benar aku benar sakit.
Aku butuh oksigen untuk aku bernafas. Tapi kemana mereka? Oh, mereka pergi. Mereka pergi bersama rasa cemburuku.
Aku sakit. Orang sakit butuh oksigen.
Kemana oksigen itu? Oh, mereka pergi. Mereka pergi bersama lelakiku yang masih menyimpan foto bersama wanita yang bukan aku.
Tiga kali sudah nafasku dicuri.
Pertama hilang didompetmu, kedua hilang di telepon genggammu, ketiga hilang di akun facebookmu.
Aku masih sakit dan kamu masih diam, mencuri oksigenku.

Halo, bolehkah sekarang aku berharap oksigenku kembali? Jika memang iya bawakan mereka untukku..
Aku sakit, parah..

Rest in Piece

Aku sudah mati, denyut darahku berhenti.
Merobek dan membedah isi perut yang terdalam dan menemukan peluru. Pelurunya masih panas ternyata. Lalu aku mati.

Aku sudah mati, jantungku berhenti.
Membius tangan yang mulai kaku agar mampu bergerak lagi. Tertusuk pecahan beling ternyata. Lalu aku mati.

Aku sudah mati, nafasku berhenti.
Memandang dosa-dosa yang telah lalu yang terlalu lama disimpan. Busuk ternyata. Baunya sungguh menyengat. Lalu aku mati.

Aku sudah mati, aku mau hidup lagi.
Membongkar pasang jantung yang mulai membiru karena aus berteman lalat. Lalu dia menjegalku, aku tidak jadi hidup lagi.

Aku sudah mati, aku mau bernafas lagi.
Mengesot mencari cari bekas tangan dan kaki yang buntung agar mampu membelai indah wajahmu. Lalu dia membakar tangan dan kakiku, aku tidak jadi hidup lagi.

Aku sudah mati, aku mau berkedip lagi.
Mengumpulkan kepingan kepalaku yang pecah agar aku bisa menggodamu seperti dulu. Tapi dia menendang bola mataku, aku takut untuk hidup lagi.

Aku setengah mati.
Kuingat apa yang sudah aku lakukan mengapa aku menjadi seperti ini. Oh ternyata aku menciptakan penyakitku sendiri. Penyakit yang mematikan syaraf-syaraf inti.

Penyakitku ini merontokkan hati. Penyakitku ini membirukan organ disekitar hati. Mengkakukan tangan dan kaki.

Aku setengah mati.
Bangun dan menata kembali kepingan tubuhku yang tercecer disudut-sudut ruang berbalut darah anyir. Berharap bisa menemuimu kembali dengan mata yang berkantung dan sembab. Berharap kau menghapus air matamu ketika aku bisa hidup kembali.

Aku setengah mati.
Mempertahankan nafasku yang telah pergi. Mengiba siapa tahu ada yang berbaik hati membelikanku sekantung nafas, dan sekotak darah panas. Berharap aku memergokimu memanja gila didepan fotoku di meja belajarmu.

Aku setengah mati.
Melihat dirimu diruangan ini. Tertawa bahagia, berpeluk cinta dan menari-nari. Oh, ternyata aku tidak perlu hidup lagi. Hidupmu bahagia ketika aku mati. Baiklah aku memilih mati.

Aku mati. Nyawaku tercekat dikerongkongan. Ternyata kau menghapus inisialku. Ternyata kau tidak menyimpan fotoku didompetmu. Ternyata kamu tidak mengukir namaku diakunmu. Ternyata kamu tidak menikmati waktu-waktu bersamaku. Ternyata kamu mencampakkanku. Ternyata kamu tidak menginginkanku.

Aku mati. Penyakitku sudah menggerogoti. Penyakit hati.