Monday, October 31, 2011

Kalau Aku Patah Hati, Siapa yang Salah?

Perpisahan.
Siapa yang harus disalahkan dengan adanya tragedi perpisahan?
Ketika perpisahan terjadi pada saat yang tidak diinginkan.
Siapa yang harus disalahkan saat perpisahan tersebut meninggalkan kesan?

Aku mau menyalahkan Tuhan.
Apa? Kamu mau menyalahkan Tuhan?
Kalau begitu kutuk dirimu sendiri! Hidupkan nyawamu sendiri dan pompa jantungmu sendiri, bodoh!

Aku mau menyalahkan kamu yang meninggalkan.
Hahahahahaha, kamu lucu! Kamu mau menyalahkan dia? Hahahaha
Apa dia salah ketika dia mampu menbuat kamu bahagia dan tertawa? Apa kamu menyesal pernah punya cerita bersamanya?
Kalau begitu, tangisi dan ratapi saja terus bahagiamu sekarang!

Aku mau menyalahkan keadaan.
Ohhhh, jadi keadaan yang salah ya? Hihihi
Jawaban orang putus asa.

Aku mau menyalahkan perasaan.
Lantas? Mengapa kamu tidak bunuh diri saja? Ketika kamu mati kamu sudah tidak akan memiliki perasaan-perasaan itu kok. Mati saja.

Tapi kan aku tidak mau membuat orang-orang terdekatku merasa kehilangan.
Yakin? Mereka akan kehilangan?
Yakin. Meskipun aku tidak akan tahu seberapa dalam.
Kamu pernah ditinggalkan?
Pernah.
Kamu merasa kehilangan?
Sangat dalam. Lebih dari sekedar kehilangan. Aku sangat tertekan.
Ya silahkan tafsirkan sendiri. Aku rasa patah hatimu tidak membuat volume otakmu berkurang.

Kalau bergitu aku mau menyalahkan aku sendiri
Ya itu jauh lebih baik.
Keadaanmu sekarang memang karena ulahmu sendiri.
Salahkan dirimu sendiri.
Kutuki dirimu karena terlalu dalam mencintai.
Cerca dirimu karena terlalu rapuh sendiri.
Rasakan saja.
Nikmati saja.
Lihat saja.
Kerapuhanmu mungkin saja membuatmu mati.
Tapi rasakan nanti.
Ketika kerapuhanmu sudah tidak membayangi.
Sejauh apa jalan yang mampu kau tapaki sendiri :))

Lalu perbincanganku dengan hati terhenti saat mendengar alarm pagiku berbunyi.
Waktuku untuk memulai hari.

Tuesday, October 25, 2011

Katanya

Puluhan hari terakhir ini aku menghabiskan waktuku sendiri. Apapun itu asal mampu menyenangkan hati. Uang saku satu bulan kuhabiskan pelan tapi pasti. Bantal-bantalku yang basah kubiarkan mengering sendiri. Setiap malam tetangga kamarku sayup-sayup akan mendengar lantunan lagu mengiris hati. Beberapa teman seatapku bertanya, "kok sudah lama dia tidak kemari?". Tidak sanggup aku lempar kata hanya senyum lebar menutupi perih hati.

Pernah aku dengar dari sahabatmu.
Katanya, kamu memang sayang padaku.
Sekarang apa kabarmu pun aku tak tahu.

Pernah aku dengar dari bibirmu.
Katanya, kamu mau aku.
Sekarang setiap hari aku meratapi sendu.

Pernah aku dengar ujarmu saat kunyalakan stasiun radio favoritku.
Katanya, aku paling tahu cara menikmati lagu-lagu.
Sekarang yang kuputar hanya lagu rindu.

Pernah aku dengar dari mulut sahabat lelakiku.
Katanya, air mata yang pernah kamu teteskan itu tanda tak ragu.
Sekarang, berbanding terbalik. Cuma aku.

Katanya suka
Katanya sayang
Katanya aku dan kamu
Katanya kamu kalut saat tidak ada aku

Sekarang, dimana kamu?
Aku rindu.

Sekarang, bukan aku.
Saat memanja dan kau panggil sayang saat nafasmu berderu.