Tuesday, September 18, 2012

Dan Kamu Tahu Mengapa Aku Menyukaimu


Pernahkah sebelumnya aku sampaikan padamu bahwa aku selalu suka berbincang denganmu. Tentang bagaimana kecepatan cahaya dapat menaklukkan logika waktu. Teori-teori baru yang kupecahkan dengan pengetahuan seadaku. Seringkali pula kamu menganggapku sok tahu dan kubalas dengan sahutan-sahutan teori baru. Entahlah apakah teoriku cukup meleburkan ragu.

Sebenarnya harus aku katakan bahwa aku sangat suka berbincang denganmu. Meskipun pada kenyataan aku terlalu malu. Perbincangan tentang munafikku mengupas tentang polusi ibu kota untuk proposal beasiswaku. Ya, aku bukan tipe orang yang sangat menjaga lingkunganku tapi perbincangan polusi munafik ini menjadi hal baru yang menantangku, karena kamu. Selalu berusaha mematahkan argumenku. Tapi terimakasihku padamu karena percakapan itu sangat membantu.

Ada satu hal yang mencacat kesukaanku berbincang denganmu. Ingatkah kamu dengan perbincangan polusi ibukota munafikku? Aku dan kamu berbicara begitu menggebu-gebu. Satu-dua gelas es teh manis tidak cukup untuk membasahi tenggorokan yang kering karena debat rancu. Dan terlontarlah panggilan dari bibirmu yang bukan namaku. Iya, cukup kaget dan membuat hatiku semakin rancu. Hilanglah sudah sebuat argumenku untuk membalas omong kosongmu. Benar saja, aku tidak lagi kembali fokus dan tidak lama kemudian kita putuskan untuk mengakhiri debat itu. Sepertinya perlu digaris bawahi bahwa memanggilku dengan nama wanitamu terdahulu sungguh sangat mencacat kesukaanku berbincang denganmu.

Sudah-sudah jangan kamu gubris gundah gulanaku, hal itu tidak akan bertahan lama. Selama kamu masih melayaniku dengan percakapan baru yang seru. Atau segala pikiran negatifku akan berbondong-bondong mengajakku untuk membencimu. Ada lagi percakapan yang aku sangat aku suka, perbincangan tentang aku dan kamu. Perbincangan tentang bagaimana dahulu pertama kali kamu mulai menyadari bahwa ada satu yang tidak biasa antara aku dan kamu. Perbincangan tentang bagaimana kamu menyukaiku dari statement patah hatiku. Satu hal yang sungguh tidak akan pernah terlintas dipikiranku bagaimana awalnya kamu menyadari adanya hadirku. 

Kamu ingat percakapan lain yang aku suka? Jakarta, tengah malam, kencan, roti bakar dan susu. Aku ragu kamu ingat. Bolehkan aku menulisnya agar sedikit terbuka ingatanmu? Ya percakapan tentang bagaimana lihainya aku membaca orang lain hanya dengan bertemu. Yang pada akhirnya merembet pada percakapan tentang keluargamu dan punyaku. Berlanjut dengan kalimat yang tidak ingin aku lupakan sepanjang hidupku. "Gue pengen punya istri yang karakter dan sifatnya kaya elu, persis kaya elu" 
Basi? Bisa jadi. Entahlah aku tidak terlalu peduli. 
Aku tidak terlalu peduli dengan siapa kamu menikah nanti, atau siapa ibu yang akan menggendong putra kebanggaanmu kelak. Yang jelas malam itu, tepat saat kamu mengucapkan kalimat itu. Aku bahagia dan hanya itu yang aku butuhkan dalam hidupku. Lantas untuk apa aku harus berpikir jauh bagaimana nanti jika kamu tidak berakhir bersamaku? Tanyakan saja pada waktu.
Ups, aku lupa jam tanganmu butut. Untuk mendetikkan jarumnya saja tidak mampu :P

Aku juga sangat menikmati percakapan denganmu yang membicarakan tentang yang dulu-dulu. Kamu yang bertanya tentang perasaanku yang dulu dengan pria sebelummu, kujawab saja apa adanya bagaimana pria sebelummu mampu membuatku mengharu biru. Mata yang memendam benci, bibir yang mengumpat, dan mimik wajah menggerutu. Aku suka kamu. Aku suka kamu yang cemburu. Aku suka kamu yang menyayangkan kebodohanku jaman dulu. 

Terimakasih sudah memberikanku percakapan seru. Atas nostalgia masa lalu dan petualangan baru mematahkan argumenmu.