Wednesday, November 09, 2011

Kriminal

"Kamu mau melakukan tindakan kriminal nggak?"
"Hah? Apa?"
"Apa kamu mau mencuri nama belakangku?"

Sontak aku tertawa mendengar leluconmu itu.
Guyonan yang sebenarnya sering kubaca di akun cinta-cintaan di jejaring sosial favoritku.
Pernyataan yang samasekali tidak tidak mampu kujawab.
Bukan maksud mengiyakan atau menidakkan.
Hanya saja sangat lucu kalimat itu meluncur dari bibirmu.

Masih sangat baru diingatanku bagaimana caramu menyampaikan kata-kata itu
Saat itu aku dan kamu berjalan-jalan tidak menentu
Berteman angin dingin yang semakin merapatkan lenganmu dengan punyaku
Kamu terlihat linglung mendengar tawaku
Lalu dengan wajah polos memelas kamu mengulangi kalimatmu
"Mau nggak? Mencuri nama belakangku?"
Kuringiskan saja gigi-gigiku
Aku mau tapi aku malu

Masih benar kuingat bagaimana air mukamu saat menyampaikan kalimat itu
Kalimat klise yang terdengar manis saat muncul dari bibirmu
Kata-kata yang samasekali tidak terbayang akan kau ucap seperti itu
Wajah polosmu menambah rasa ingin tahuku
Apakah saat itu, memang benar adanya begitu?
Bahwa aku yang mampu mencuri nama belakangmu?

Sore tadi ada yang sangat membenciku, dia bernama hujan.
Membiarkanku kelaparan tanpa ada kepastian kapan aku bisa sarapan.
Memaksaku untuk tetap dikamar dan bergelut dengan kenangan.
Mempertajam pendengaranku akan suaramu yang tajam dan jantan.
Memperjelas indera penciumanku tentang bau tubuhmu yang menawan.
Dan pada sore itu aku hanya dikamar sendirian.
Merasakan kehadiranmu yang berbayang perlahan.
Aku benci kondisi seperti ini saat sendirian.
Aku merasa menjadi orang paling kasihan.

Tidak kok, aku tidak kasihan.
Aku masih mampu menertawakan hal-hal yang tidak lucu bersama teman-temanku.
Aku masih mampu menggerakkan jemariku untuk menulis cerita tentang lelakiku, dulu.
Aku masih mampu berjalan sendiri di pusat perbelanjaan untuk sekedar membeli baju.
Aku masih mampu memenjarakan diriku agar tidak terlalu jauh langkahku.
Aku masih mampu merawat hati yang masih terluka saat kau rampas dulu.
Juga saat-saat dulu ketika perlahan kamu menelanjangi perasaanku.

Polos.
Iya, memang tak perlu berbalut satu apapun untuk mampu mencintaimu.
Sederhana.
Iya, memang sederhanamu yang membuatku ingin bersanding selalu.
Murah.
Iya, memang tidak perlu mengocek kantong dalam-dalam untuk menyiapkan waktu bersamamu.

Namun bukan waktu polos yang hambar kurasa.
Tapi kualitas waktu yang kurasa.
Bahagia.

Namun bukan perasaan sederhana yang kupunya.
Tapi sejauh apa aku merajut cita-cita.
Berdua.

Namun bukan laki-laki murahan yang kupinta.
Tapi laki-laki yang semakin menumbuhkan bunga di dada.
Sempurna.

Dan ternyata kamu pergi begitu saja.
Meninggalkan hatiku telanjang terlunta-lunta.
Tiada ampun merampas bahagia yang kupunya.
Memeras air mata setiap malam tiba.
Mencuri waktu yang harusnya bisa kulewatkan bersama.

Andai saja saat itu aku bilang iya.
Mencuri nama belakangmu, Yanitra :)

Monday, November 07, 2011

Coba Saja Kamu Tahu Seperti Apa Malamku

Jarum jam dinding di kamar kosku terlampau cepat berjalan kekanan. Mataku mengerjap-ngerjap menjernihkan mata yang mulai buram. Kuambil jam dinding itu dan mengecek baterainya. Kupasang pada alarmku mejaku yang hampir tidak pernah kugunakan. Indikator detik digitalnya pun berkedip lebih cepat.
Ada apa dengan jam-jam ini?
Mengapa mereka berjalan begitu cepat?

Kepalaku mulai berat. Kopi hitam yang sore tadi kubuat sudah lagi tak berguna. Menyandarkan kepala disela-sela bantal lapukku adalah pilihan yang tepat.

Dengan cepatnya kepalaku berputar-putar. Ah, ada apa sih aku ini?
Memejamkan mataku erat-erat agar putarannya bisa berkurang lambat.
Ya..
Pelan pelan..
Kepalaku sudah tidak berputar cepat lagi, sakit yang tadi kurasa juga menjadi nikmat.
Sejenak aku terlelap.

Aku menggunakan blazer hitam favoritku dengan rok hitam diatas lutut. Ya memang begitulah outfit sehari-hariku. Bangga menjadi salah satu manajer muda di perusahaan milik ayahku.
Karir, karir, karir.
Cuma itu yang ada di benakku. Bekerja merupakan hiburan yang menyenangkan untukku. Bertemu klien, membicarakan kerja sama perusahaan di rumah makan yang menguras kocek sebulan, tapi aku menikmati itu.
Sepatu yang kupakai bukan lagi Gosh, Bellagio atau sepatu berjejer di Centro. Manolo pun aku mampu.
Pagi itu aku berjalan dari parkiran menuju pintu masuk perusahaanku. menyapa satpam yang setia membuka pintu.
Menyusuri lobby dan mengamati satu-persatu. Aku terpaku disitu ada kamu yang juga sedang melihatku.

"Haloo.. Astaga sudah lama sekali kita tidak bertemu. Apa kabarmu?" kataku yang selalu ramah padamu, selalu begitu. Karena dulu aku milikmu.
"Hei, aku baik-baik saja. Kamu bekerja disini?" jawabmu dengan senyum renyahmu dan gigi rapimu yang dulu pernah menggigit tengkukku.
"Iya aku bekerja disini, sudah lumayan lama. Apa kamu bekerja disini juga? Atau jangan-jangan kamu klienku? haha" aku berharap kamu menjawab iya, biar kita rasa lagi waktu dulu yang sangat kusuka.
"Oh tidak, aku hanya menunggu istriku memantau saham disini."

Saat itu aku mau satpam didepan pintu menyergapku secepatnya. Membungkam mulutku dan menyeretku ketempat gelap. Merampok segala isi tasku dan membunuhku.

Tidak perlu. Aku sudah mati. Kamu ternyata beristri.


Nafasku sesak. Mataku terbuka.
Ah, syukurlah. Hanya bunga tidur saja.
Nafasku masih terengah-engah. Masih sangat segar diingatan bagaimana kalimat terakhirmu membangunkanku.
Untung saja aku tidak berada disitu. Bukan aku yang ber-Manolo dan mendengar kamu sudah beristri.
Pikiranku sibuk sendiri.
Terlalu jauh aku bermimpi.
Lalu aku mulai mengingat kamu, wajahmu yang berhias mata beningmu, hidung mancungmu, rahang kerasmu dan bibir kesukaanku.
Dulu ketika malam aku terbangun karena mimpi burukku, aku lihat wajahmu disampingku. Tertidur lucu. Hilang sudah rasa kantukku.
Lalu aku mulai bercerita dan berandai-andai dengan mata terpejammu.
Semoga bisikku menelisip masuk kedalam mimpimu.
Dan ketika kamu mulai bergerak-gerak terganggu celotehanku aku segera memejamkan mataku berpura-pura tidur.
Kamu menarikkan selimutku sebatas bahu, mencium keningku dan mengatakan "Aku sayang kamu" juga ditutup dengan kecupan kecil di bibirku.

Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Panas tubuhmu yang menghangatkanku ketika kamu bilang padaku "sayang, tangan kamu kenapa dingin?"

Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Usapan bibir lembut yang kau curi-curi saat aku sedang bersama teman-temanku.

Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Saat aku bersihkan air matamu dengan tangan kotorku.

Semuanya masih tentang kamu.

Dan ketika semuanya hilang, jiwa-jiwaku juga ikut terbang.
Terimakasih, kamu pergi ketika kita masih ada sedikit sisa bahagia.
Dan bukan sesal dan benci yang tercipta.

Coba saja kamu tahu seperti apa malamku
Tiada lelah menangisi kepergianmu :)

Cerita Hujan Roman Picisan

Hujan.
Banyak orang menyukai hujan. Tentang bagaimana butiran airnya menyusup sela tanah dan menyebarkan aroma khas. Juga bagaimana tetesan airnya mampu mendinginkan cuaca.
Banyak cerita romantis dibalik rintiknya. Cerita romansa muda-mudi bercinta yang bisa saja berakhir luka dan duka.

Aku melihat disana, dua orang yang sedang dilanda asmara.
Bercerita tentang hujan, mengumbar kata rindu dibalik tulisan.

"Sayang, disini hujan. Cuacanya mendung dari sepagian."
"Ohya? Disini belum hujan, tapi sudah sangat berawan, mungkin sebentar lagi hujan"
"Coba saja kamu disini, sayang. Bersamaku memandang hujan."
"........."
"Aku merindukanmu, sudah lama kita tidak bertemu."
"Ya, memang mau bagaimana lagi sayang, memang jarak diantara kita jauh membentang"
"Aku rindu"
"Aku tau.."
"Sedang apa kamu disana?"
"Aku yakin kamu tau kalo kamu memang cinta"
"Hahaha.. Apa?"
"........."
"Emmmm, pasti kamu sedang memandang foto kita berdua"
"Lebih dari sekedar itu, sayang
Aku sekarang sangat bersyukur ada aku disana bersanding disisimu
Kesempatan yang sangat kutunggu dari puluhan hari terakhir ini
Aku bahagia mampu bersamamu"
"Terimakasih sayang, tapi aku tidak sebaik itu. Aku yang harusnya banyak bersyukur mampu mencintaimu dengan apa adanya aku"
"Aku sayang kamu"
"Aku paling menyayangimu :)"

Klise klise klise!
Aku melihat percakapan yang sangat klise
Aku melihat percakapan murahan yang biasa disampaikan anak-anak sma yang baru merasakan bercinta
Apalah itu cerita sayang, ungkapan cinta, kata-kata rindu
Aku muak dengan kata-kata itu

Klise!
Aku melihat percakapan klise
Yang dulu juga sering kuucap pada pasanganku
Yang entah sekarang dimana dirinya aku tak tahu
Aku juga rindu
Tentang ucapan klise nan lugu
Hahaha, akhirnya aku mengaku
Sekarang aku malu

Klise!
Bukan! Itu bukan cerita klise!
Itu cerita manis dan lucu
Cerita yang mengingatkanku pada memori dulu
Aku yang bersama dia yang bersamamu
Aku rindu
Tentang ucapan klise yang sering dia ujar dulu
Hahaha, akhirnya aku harus mengaku
Aku cemburu
Cemburu dengan kamu
Yang kini mampu bersama kekasihku dulu..

Iya, aku cemburu
Maaf bila memang harus begitu
Akupun tidak mampu mengendalikan hatiku

Maaf bila aku masih mencintai kekasihmu :)

Saturday, November 05, 2011

Perempuan Berkepala Dua

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Apakah sekarang kamu merasa bahagia?
Atau malah kau rasa duka?
Karena sekarang kamu berkepala dua
Tanggung jawab yang kau emban bukan hanya satu ataupun dua, sayang

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Aku harap sekarang kamu tersenyum suka
Menengadah dan mengepal tangan untuk sebuah doa
Berharap akan sebuah kehidupan yang bahagia
Melihat indahnya dunia hanya dari sepasang mata

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Kau awali dengan apa pagimu kini?
Pagi pertama kau jajaki hidup dengan kepala dua
Apakah kamu sarapan dengan orang-orang tercinta?
Atau malah kamu akan habiskan harimu bersama mereka?

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Aku mengenal siapa dirimu sebenarnya
Perempuan manja bernama Chacha
Bersuara merdu saat berbicara
Hanya saja kamu sangat mampu berpura-pura
Sembunyikan luka-luka dibalik canda tawa

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Usiamu kini sudah berbeda
Akupun miskin tak punya apa-apa
Hanya mampu menulis seiring aku menyanyikan lantunan doa
Harapku kamu akan selalu bahagia

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Terimakasih untuk sudi menjadi sahabat saya
Selalu menemani untuk sebuah duka
Mampu merawat ketika ada yang terluka
Memeluk manja saat terjatuh buliran air mata
Terimakasih untuk selalu ada

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Jika nanti habis waktu kita untuk bersama
Akan kurindu teriakan lucumu yang kucinta
Aroma tubuhmu yang kusuka
Pelukan darimu yang membuat bahagia
Maka saat masih sempat kuucap kata-kata
Sebelum habis waktu kita,
Aku berdoa

Selamat ulang tahun Chacha
Bahagiamu akan menjadi tawaku juga
Perihmu akan kurasa juga
Ketika kau rasa kamu tak mampu untuk terjaga
Ingatlah perempuan bernama Bella
Akan berusaha untuk selalu ada dan mampu menjaga :)

Friday, November 04, 2011

Secangkir Kopi Pagi Hari

Semalam aku bermimpi tentang kamu yang sudah pergi
Bermimpi tentang bagaimana angkuhnya kamu kini
Berjalan gontai seolah-olah kamu tidak pernah mengenal sosok ini
Sosok yang katamu dulu pernah kau cintai
Sapa yang kulempar hanya kau balas dengan dengusan tidak peduli
Tidak lama kemudian aku terbangun dan menyadari bahwa aku sendiri
Tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari,
atau sekedar secangkir kopi Toraja kesukaanku yang kau bawa untuk menemani..

Seperti biasa, kepalaku masih terlalu berat meninggalkan bantalnya
Entah mengapa sepertinya mereka saling cinta
Meskipun sang bantal seringkali basah dan berbercak bekas air mata
Tapi ia mampu menghangatkan ketika sang kepala terluka
Namun percuma saja,
Tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari antara dua kepala.

Kupaksakan tubuhku untuk tidak selalu manja
Beranjak berdiri bergegas untuk mencuci muka
Kulihat kalender kecil disamping meja
Oh, hari ini baru tanggal tiga
Tidak ada satupun kegiatan yang menuntutku untuk pergi meninggalkan kamar kecil 3x5 ku tercinta
Meskipun sama saja,
Tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari untuk sekedar bercanda.

Kulihat pantulan wajah lusuhku di kaca
Lucu sekali ada bayangan hitam disekitar mata
Lama-lama aku bisa seperti panda
Sesekali aku mencoba tersenyum dengannya
Melihat seberapa manis diriku dulu saat meringis memanja
Bibirku menarik setiap sudut-sudutnya menjadi lengkungan senyum bahagia
Tapi mata panda itu menunjukkan ada luka
Memang iya,
Karena tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari yang sangat kusuka.

Aku merunduk mencari-cari sesuatu di laci
Sesuatu yang mampu menghangatkan pagiku yang sendiri
Ah, ini dia yang kucari
Kopi.
Bukan Toraja seperti kesukaanku jika menyeduh kopi
Tapi harum kopi ini tidak kalah wangi
Tetap tidak melunturkan hasratku untuk tetap menikmati.

Sekilas aku ingat saat kita berdua meminum kopi
Kamu selalu mencium uap panas dan terlihat sangat menikmati
Aku bertanya mengapa tidak segera saja kamu minum kopi ini?
Kamu bilang itulah seni dalam meminum kopi
Pejamkan mata, hirup uapnya, dan kamu akan menemukan jati diri kopi ini
Setiap jenis kopi akan memiliki aromanya sendiri
Cobalah! Maka kamu tidak akan sekedar meminum kopi
Tapi kamu akan tahu bagaimana mencintai kopi
Katamu sambil tersenyum lucu, senyum lucu yang sangat kusukai.

Memori ini membuatku lupa aku sudah terlalu lama membiarkan kopiku sendiri
Cangkir putihnya terlihat kontras dengan warna kopi
Aku sangat suka dengan aroma kopi ini
Menyelinap disela lubang hidungku dan mulai menari-nari
Menggelitikku untuk lebih dekat dengan bibir cangkir putih ini
Ah,
Ternyata aku lupa menabur gula didalam cangkir ini
Sangat pahit terasa namun entah mengapa aku sangat menikmati.

Karena kamu sudah pernah mengajari,
Bagaimana cara menikmati secangkir kopi di pagi hari.

Karena kamu sudah pernah mengajari,
Bagaimana cara mengenal dan mencintai hanya dari aroma kopi.

Thursday, November 03, 2011

Reparasi Hati

Temperatur mesinku sudah mulai memanas.
Oh jangan sekarang!
Sedikit lagi aku sudah akan sampai ditujuanku.
Jarum indikator temperaturnya mulai mendekati tanda "H".
Aku menggerutu dalam hati pasti mesinku sebentar lagi mati.
Ah!
Benar saja, meskinku sudah mati. Berasap pekat pula.
Panik, aku butuh pertolongan pertama.
Kupanggil teman-temanku terdekatku untuk membantu membuka kap mesinnya.
Namun justru panas mesin melukai tangan mereka.
Apalagi yang mampu kulakukan?
Sahabatku hanya mampu mendorongku dari belakang sementara aku masih dibalik stir mengendarainya.
Siapa lagi yang bisa mengendalikannya?
Siapa lagi yang mampu membawanya?
Ya, memang cuma aku saja.

Kuangkat telepon genggamku mencoba mencari-cari nomor yang mungkin bisa kuhubungi.
Yang menolong dan memperbaiki.
Ku tekan tombol hijau di telepon genggamku berkali-kali.
Tapi yang terdengar hanya suara "tuuuutt.. tuuuttt.." panjang tiada henti.

Hampir 3 jam aku menunggu, mesinku masih tergolek disitu.
masih belum ada yang mampu membantu.
Aku masih duduk didekatnya dan terpaku.

Hampir sudah aku putus asa akhirnya aku memutuskan membuka kap mesinku berhati-hati.
Takut panasnya masih akan melukai.
Ah, ini dia penyebab mesin mati.
Blower mesinnya lepas sendiri.
Air radiatornya pun mengering, ah memang sudah pasti.

Tolong.. Tolong..!
Saya butuh reparasi hati :(

Buku Bekas

Buku bekas, di laci kanan meja belajarku.
Berdebu.
Berisi cerita bahagia juga pilu.
Buku bekas, penuh dengan tulisan dan goresan tangan kananku.
Sesekali orang-orang disekitarku ikut menulis tentang ceritaku.
Ujung-ujung sampul coklatnya sudah compang-camping.
Bekas goresan sangat terlihat di sisi jilid samping.
Kertasnyapun sudah menguning.

Buku bekas, di laci kanan meja belajarku.
Terkadang aku menulis cerita dengan ragu,
Akankah suatu hari nanti aku masih mampu membuka lembaran buku itu?
Terkadang tulisanku luntur oleh airmataku,
Menangisi dan mengutuki ceritaku yang mungkin kamu pun tidak mau tahu.
Terkadang aku menyobek lembaran bukuku,
Setelah aku membaca kembali tulisanku dan aku malu.

Buku bekas, di laci kanan meja belajarku.
Halaman-halamannya sudah penuh dengan berbagai coretan lugu.
Menertawakan hidupku.
Menyesali tindakan-tindakanku dulu yang terlihat sangat dungu.

Sesekali ingin membuang bukuku yang usang dan mengganti dengan yang baru.
Atau sekedar merobek sampulnya dan menggantinya dengan warna merah muda kesukaanku.

Sesekali ingin membuang bukuku yang usang dan mengganti dengan yang baru.
Atau bahkan membakar satu persatu lembaran-lembaran palsu.

Kubaca lagu buku bekasku, dari laci kanan meja belajarku.
Halaman satu sampai halaman dua puluh satu bukan cerita favoritku.
Tapi pernah kutulis disitu.
Halaman setelah dua puluh satu sampai dengan halaman terakhir, merupakan bagian favoritku.
Cerita yang kutulis tentang kamu.

Sesekali ingin membuang bukuku yang usang dan mengganti dengan yang baru.
Namun perlu membayar harga yang mahal untuk pernah melewatkan waktuku bersamamu, dulu.

Lalu, aku menyimpan kembali buku bekasku, di laci kanan meja belajarku :)

Tuesday, November 01, 2011

Aku Mengetahui Mereka

Perempuan berkerudung abu-abu itu, aku mengenal dia.
Dia pendiam, manis, halus bertutur kata.
Dia tidak punya banyak kawan.
Hidupnya pun pas-pasan.
Hampir tidak ada satupun yang mampu ia banggakan.

Perempuan bergaun malam hitam itu, aku mengenal dia.
Dia cerewet, ceria, dan suka tertawa.
Dia punya ratusan teman.
Uangnya cukup untuk membeli berlian.
Hampir semua yang dia miliki menjadi angan.

Perempuan berkerudung abu-abu itu, aku sering melihatnya.
Dia membawa buku catatan kuliahnya kemana-mana.
Dia hanya berkendara roda dua.
Dibawanya selalu air mineral kesukaan.
Gugup, malu dan kaku saat disapa kawan.

Perempuan bergaun malam hitam itu, aku sering melihatnya.
Dia selalu membawa undangan di klub malam untuk sebuah pesta.
Kendaraan roda empat yang menjadi teman dijalannya.
Dibawanya selalu bir dingin favoritnya.
Dimanapun dia berada, selalu saja ada kawan yang menyapanya bahagia.

Perempuan berkerudung abu-abu itu, aku teman dekatnya.
Dia sakit dan rapuh terlihat dari matanya.
Terlihat lusuh dibalut pakaian sederhana.
Sepatu yang dipakainya itu-itu saja.
Sepatu datar murahan yang ia beli dipinggir jalan.

Perempuan bergaun malam hitam itu, aku teman dekatnya.
Dia selalu bersemangat melewati hari-hari penuh canda tawa.
Terlihat menawan dibalik pakaiannya.
Sepatu yang dipakainya pasti membuat ngilu kakinya.
Sepatu tinggi yang cukup mencekat dikantong mahasiswa.

Mereka berbeda.
Sangat jauh bertolak belakang.
Tapi aku mengetahui mereka.
Aku mengenal keduanya.
Aku bersahabat dengannya.
Setiap hari aku bersamanya.
Pagi, siang, sore ataupun malam, aku bersama mereka.
Sahabat terbaik yang aku punya.
Pendengar yang pandai ketika aku mengeluh apa saja.
Menghapus air mata ketika aku terluka.
Memeluk erat ketika aku bahagia dan tertawa.

Mereka berbeda.
Sangat jauh bertolak belakang.
Tapi aku mengetahui mereka.
Aku mengenal keduanya.
Aku bersahabat dengannya.
Setiap hari aku bersamanya.

Ketika aku bercermin dalam dua sisi kaca..

Untuk Kamu yang Mungkin Mencuri Baca Tulisan Ini

Dulu, pernah aku tertawa habiskan momen-momen bahagia bersamamu.
Sebentar.
Akupun tahu, aku suka begitupun kamu.
Bukan sekedar merayu, tapi memang begitulah rasaku.

Kamu pernah bilang saat itu memang kamu ingin bersamaku meskipun dinding jarak berderit memilu.
Senyum simpulku menanyakan apakah memang aku adanya disitu?
Lalu kunikmati saja tempatku disini. Luangkan sedikit waktu. Berbincang lucu, denganmu.

Dan sekejap waktu aku hancurkan segalamu.
Aku lari, kukata kamu tidak cepat dan kamu tidak dekat.
Alibi.
Aku malu menjadi orang tolol berdasi kupu-kupu.
Terikat. Semakin menyakitkan ketika ikatannya mengerat sendu.

Lalu kumulai hari tanpamu.
Aku baik-baik saja kok.
Aku bahagia selalu.
Aku masih tertawa tanpa hadirmu.
Aku masih mampu berlari dan bermain bersamanya dan bukan denganmu.
Lalu perlahan aku mulai rontok satu-persatu.
Aku rapuh sendiri dan bukan karenamu.
Sedihku kupendam jadi penyakit hati berteman sendu.
Seiring tubuhku yang semakin melemah dan melesu.

Tapi ternyata kamu masih disitu.
Menolong dan membantu.
Mencari dan memasang satu demi satu.
Entah adakah bagian yang kau ambil, tapi kurasa sesal karena ulah dulu.


Untuk kamu, yang pernah sakit karenaku.
Untuk kamu, yang kembali datang karena sakitku.