Saturday, November 17, 2012

Jalang


Panggil aku wanita jalang jika memang akan membuatmu senang
Meskipun sudah saja kutinggikan pendidikanku tapi kacamatamu masih memandangku kurang
Aku bukan wanita yang lihai bersolek memang
Bukan wanita solehah berkerudung manis dan berhati lapang
Moral yang kamu bicarakan itu belum juga kutemukan dimana titik terang

Jika bisa aku berkelit tentang bagaimana darahmu membuat hariku riang
Tentang bagaimana rasa-rasa kehidupanku bersarang
Tentang bagaimana air mataku dengan mudah tertuang
Boleh saja jika segala bahagiaku kamu minta kembali meskipun jalanku akan terpincang
Gerutu dan tangis darahku tidak akan membuatku menang

Untuk pernah merasakan, untuk diberi kesempatan cukup membuatku bahagia bukan kepalang
Akan tatapan mata dan juga hembusan nafas panjang
Akan buliran keringat dan suara dengkurannya saat tidur siang

Jika sedikit aku boleh membela diri, aku bukan wanita pencari pria dengan harta bergelimang
Aku mampu mendapatkan materi-materiku dengan gampang
Aku tidak akan pernah mengendalikanmu atau dia seperti dalang
Aku tidak punya kuasa, tenang
Tidak akan pula aku menyelinap malam dengan pria berjambang
Ataupun memiliki niat lain selain dapat hidup bersama pria yang benci kupanggil abang

Meskipun suatu hari nanti kulantunkan lagu biru dengan suara sumbang
Meskipun akan ada cerita dan kumpulan gambar dengan terpaksa kubuang
Meskipun lagi-lagi harus memilu dan mengenang
Meskipun harus aku melewati hari dengan berjalan gamang
Meskipun mungkin sekali lagi tubuhku tak lagi kokoh dan akhirnya tumbang
Dan meskipun aku harus menikmati sisa kepingan hati yang berhasil halus dirajang
Dia pria yang dahulu selalu kau timang
Darahmu mengalir dijantung pria yang kusayang

Panggil aku wanita jalang setelah kamu tunjukkan aku kemana arah pulang

Tuesday, September 18, 2012

Dan Kamu Tahu Mengapa Aku Menyukaimu


Pernahkah sebelumnya aku sampaikan padamu bahwa aku selalu suka berbincang denganmu. Tentang bagaimana kecepatan cahaya dapat menaklukkan logika waktu. Teori-teori baru yang kupecahkan dengan pengetahuan seadaku. Seringkali pula kamu menganggapku sok tahu dan kubalas dengan sahutan-sahutan teori baru. Entahlah apakah teoriku cukup meleburkan ragu.

Sebenarnya harus aku katakan bahwa aku sangat suka berbincang denganmu. Meskipun pada kenyataan aku terlalu malu. Perbincangan tentang munafikku mengupas tentang polusi ibu kota untuk proposal beasiswaku. Ya, aku bukan tipe orang yang sangat menjaga lingkunganku tapi perbincangan polusi munafik ini menjadi hal baru yang menantangku, karena kamu. Selalu berusaha mematahkan argumenku. Tapi terimakasihku padamu karena percakapan itu sangat membantu.

Ada satu hal yang mencacat kesukaanku berbincang denganmu. Ingatkah kamu dengan perbincangan polusi ibukota munafikku? Aku dan kamu berbicara begitu menggebu-gebu. Satu-dua gelas es teh manis tidak cukup untuk membasahi tenggorokan yang kering karena debat rancu. Dan terlontarlah panggilan dari bibirmu yang bukan namaku. Iya, cukup kaget dan membuat hatiku semakin rancu. Hilanglah sudah sebuat argumenku untuk membalas omong kosongmu. Benar saja, aku tidak lagi kembali fokus dan tidak lama kemudian kita putuskan untuk mengakhiri debat itu. Sepertinya perlu digaris bawahi bahwa memanggilku dengan nama wanitamu terdahulu sungguh sangat mencacat kesukaanku berbincang denganmu.

Sudah-sudah jangan kamu gubris gundah gulanaku, hal itu tidak akan bertahan lama. Selama kamu masih melayaniku dengan percakapan baru yang seru. Atau segala pikiran negatifku akan berbondong-bondong mengajakku untuk membencimu. Ada lagi percakapan yang aku sangat aku suka, perbincangan tentang aku dan kamu. Perbincangan tentang bagaimana dahulu pertama kali kamu mulai menyadari bahwa ada satu yang tidak biasa antara aku dan kamu. Perbincangan tentang bagaimana kamu menyukaiku dari statement patah hatiku. Satu hal yang sungguh tidak akan pernah terlintas dipikiranku bagaimana awalnya kamu menyadari adanya hadirku. 

Kamu ingat percakapan lain yang aku suka? Jakarta, tengah malam, kencan, roti bakar dan susu. Aku ragu kamu ingat. Bolehkan aku menulisnya agar sedikit terbuka ingatanmu? Ya percakapan tentang bagaimana lihainya aku membaca orang lain hanya dengan bertemu. Yang pada akhirnya merembet pada percakapan tentang keluargamu dan punyaku. Berlanjut dengan kalimat yang tidak ingin aku lupakan sepanjang hidupku. "Gue pengen punya istri yang karakter dan sifatnya kaya elu, persis kaya elu" 
Basi? Bisa jadi. Entahlah aku tidak terlalu peduli. 
Aku tidak terlalu peduli dengan siapa kamu menikah nanti, atau siapa ibu yang akan menggendong putra kebanggaanmu kelak. Yang jelas malam itu, tepat saat kamu mengucapkan kalimat itu. Aku bahagia dan hanya itu yang aku butuhkan dalam hidupku. Lantas untuk apa aku harus berpikir jauh bagaimana nanti jika kamu tidak berakhir bersamaku? Tanyakan saja pada waktu.
Ups, aku lupa jam tanganmu butut. Untuk mendetikkan jarumnya saja tidak mampu :P

Aku juga sangat menikmati percakapan denganmu yang membicarakan tentang yang dulu-dulu. Kamu yang bertanya tentang perasaanku yang dulu dengan pria sebelummu, kujawab saja apa adanya bagaimana pria sebelummu mampu membuatku mengharu biru. Mata yang memendam benci, bibir yang mengumpat, dan mimik wajah menggerutu. Aku suka kamu. Aku suka kamu yang cemburu. Aku suka kamu yang menyayangkan kebodohanku jaman dulu. 

Terimakasih sudah memberikanku percakapan seru. Atas nostalgia masa lalu dan petualangan baru mematahkan argumenmu.

Monday, August 27, 2012

Harga Mati


Kalau memang benar rasa bahagia saat jumpa itu disebut cinta, maka cintaku sangat sederhana.
Cintaku ketika berlari menuruni tangga dan terburu-buru memasang sepatu saat kamu sudah didepan pagar rumah.

Kalau memang benar senyum terkembang saat mendengar namamu disebut cinta, maka cintaku luar biasa.
Cintaku ketika setengah sadar terbuka mata setelah tidur lama dan kamu kuingat pertama.

Kalau memang benar perut bergejolak ketika bersama disebut cinta, maka cintaku tidak ada habisnya.
Cintaku ketika mendengar seksama cerita-ceritamu sembari mengagumi pahatan Tuhan tiada bercela.

Kalau memang benar rasa tidak ingin berpisah itu disebut cinta, maka cintaku sangat posesif.
Cintaku ketika berjalan berdua dan ingin menggandeng erat tanganmu agar semua tau betapa berharga tubuh tegap tinggi disebelah kanan saya.

Kalau memang benar menghabiskan ratusan jam bersama tanpa jemu adalah cinta, maka cintaku adalah bom waktu.
Cintaku ketika kamu jauh dan aku hanya meringis memilu bersambut kata rindu.

Bersyukurlah aku bertemu denganmu. Kamu yang ingin kulihat pertama kali dipagiku dan mengecup hangat "selamat tidur" dimalamku.
Beruntunglah aku mampu menghabiskan berjam-jam di warung kecil berteman segelas teh hangat dan susu bertukar cerita tentang masa depan kita, aku dan kamu.
Bahagialah aku ketika aku dan kamu punya satu titik yang ingin dituju. Bahagia pula ketika aku dan kamu memiliki ketakutan yang sama tidak mampu mencapai titik temu.

Maafkan jika cintaku cemburu karena rasa takut tidak ada lagi kamu untuk kucumbu. Aku harap tidak akan mengganggu.
Maafkan jika cintaku menggebu-gebu karena jantungku berdenyut keras menahan hawa nafsu. Aku harap kamu tidak jemu.

Kalau memang benar "aku cinta kamu" hanya dianggap merayu dan palsu, maka cintaku adalah satu ditambah satu. 

Sunday, June 10, 2012

Istimewa

Perkenalkan saya, Grisca Sherin Nabila
Perempuan, 19 tahun, Mahasiswa
Lahir dan dibesarkan di kota kecil, Madiun
Belum menikah

Memiliki track record yang mungkin rata-rata perempuan seumuran saya tidak pernah merasakannya.
Dibesarkan di keluarga baik-baik meskipun tidak selalu baik-baik saja.
Sempat merasakan kehilangan kasih sayang dari kedua orang tua untuk waktu yang tidak sebentar
Sempat melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh perempuan seumuran saya.
Pernah merasakan hal yang orang bilang cinta pertama dan kandas karena prinsip.
Pernah merasakan sakitnya dikhianati laki-laki dan bukan hanya satu-dua kali.
Pernah merasakan kesakitan luar biasa yang diakibatkan kaum adam.
Pernah ditingalkan dan meninggalkan.
Pernah disakiti dan menyakiti.
Pernah putus asa dan memilih menyerah saja.

Tapi perkenalkan, satu pria yang berhasil membangun kepingan saya yang tersisa.
Laki-laki istimewa. Faisal Lofinanda.
Bermula dari perkenalan yang berlanjut persahabatan.
Mungkin memang ada benarnya ketika orang bilang laki-laki dan perempuan tidak akan selamanya bersahabat.
Dan pernah pula saya membaca,
"Guy friends are the bombs. They're funny, hilarious, and not fake. Until you starts to like one."
Dan saya menyadari itu bukan hanya kata-kata yang sembarangan dibuat saja, mereka beralasan.
Saya mungkin salah satu alasan dibuatnya kata-kata tersebut.
Berawal dari kesakitan saya terdahulu oleh laki-laki, membuat saya semakin dekat dengan teman-teman saya. Termasuk dia.
Saya meluangkan banyak waktu untuk berkumpul bersama mereka.
Dengan beralasan kita tinggal tidak jauh satu sama lain, kita mulai membiasakan diri untuk pergi sarapan bersama.
Semuanya berjalan begitu saja.
Entah mengapa rasa cemburu muncul tiba-tiba ketika dia bersama wanitanya dan saya bersama pria yang bukan dia.
Sempat terlontarkan kata-kata saling suka, namun hanya sebatas itu saja.
Tanpa prosesi yang sering anak muda jaman sekarang agung-agungkan untuk meresmikan sebuah hubungan, kita memutuskan untuk bersama. Entah apa latar belakang dibalik semuanya, yang jelas saya merasa sangat nyaman saja.

Istimewa.
Karena kita lahir dibulan yang sama, dengan angka yang sama.
Karena banyak teman yang mengatakan wajah kita sama.
Karena kita memiliki prinsip yang kurang lebih sama.
Karena kita banyak menyukai hal-hal yang sama.
Karena kita memiliki mood yang sama.
Karena kita memiliki kebiasaan yang sama.
Karena kita sama.

Istimewa.
Karena semua berjalan begitu saja.
Karena merasakan nyaman dan saling percaya.
Karena kuantitas dan kualitas hubungan bukan mitos belaka.
Karena tidak memerlukan kepastian dan hanya kepercayaan saja modalnya.
Karena bukan hanya kata-kata yang berbicara.
Karena saya benar-benar bersyukur akan kehadirannya.

Perkenalkan saya, Grisca Sherin Nabila
Perempuan, 19 tahun, Mahasiswa
Dan merasa sangat bahagia dengan laki-laki istimewa :)


Saturday, June 09, 2012

Dopamine

Cheating is wrong. It damages a relationship on many levels.
-Kevin Thompson-

Aku harus membenci diriku sendiri untuk beberapa hal.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk mudah menoleransi.
Bahkan untuk kesalahan yang tak dimaafkan.
Bahkan untuk satu niatan yang menyakitkan.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk terlalu memahami.
Mengiyakan tentang sains dan tentang dopamine.
Bagaimana mekanisme hormon bekerja.
Dan berkurang konstan setiap mengulang dengan orang yang sama,

Aku harus membenci diriku sendiri untuk sangat mengerti.
Mengenal banyak laki-laki dan membuat kesimpulan sendiri.
Seperti kata-kata yang sudah sering kudengar berkali-kali.
Dunia ini milik mereka, laki-laki.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk menyalahkan diri sendiri.
Membenarkan dosa yang tidak seharusnya terjadi.
Menyacat diri saat sains tidak tersangkali.
Dan ilmu pengetahuan alam yang sedikit demi sedikit mulai kubenci.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk tidak mudah membenci.
Memaafkan kesalahan tak termaafkan.
Mendengar alasan ketika telinga tidak ingin mendengar.
Dan bertahan ketika kupikir baru saja niatan.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk hanya diam.
Takut akan terjadi hal-hal diluar keinginan.
Pengecut akan mencucurnya tangisan.
Juga rasa tidak ingin membatasi yang menahan.

Namun bukankah seharusnya ada bagian selain dopamine yang mampu menahan.
Keinginan untuk bertahan atas hal-hal yang cukup membekas berjalan.
Satu bagian yang orang-orang bilang bernama perasaan.
Bolehkah aku menanyakan?
Jika saja kamu berkenan.

Tapi juga apa mau dikata,
Terkadang yang terbaik pun tidak mampu bertahan.

Friday, April 20, 2012

Aku Tahu Ada Apa Dibalik Pintu

Entah bodoh atau entah memang sudah seharusnya begini.
Bersungut rendah sembunyikan raut wajah memelas.
Angkat dagu dan tertawa.
Hahaha, bukan aku jika tidak mengenalmu.

Dengungkanlah lantunan syukur.
Begitupun juga bagaimana caraku belajar.
Mengerti hal-hal yang tidak biasa kupahami.
Memaklumi sikap meskipun sebelumnya belum pernah seperti ini.

Lihat mataku, dalam-dalam, tolong..
Aku tahu, egomu memucuk disudut mata.

Aku mengintimidasi, bukan.
Aku menaruh dengki, bukan.
Aku mencurigai, bukan.
Aku cukup cerdas untuk mampu memiliki persepsi.
Mengenalmu bukan hanya satu atau dua hari.

Kalungilah ikatan syukur.
Begitupun juga bagaimana caraku mendekat.
Beberapa hal yang mungkin sedikit berbahaya.
Seruan-seruan parau yang sungguh tak ingin kudengar.
Tapi sayang, aku tidak pengecut untuk memilih kata nekat.

Sentuh dadaku, rasakan, tolong..
Degupan jantung siap memecah dada sebelah kiri.

Dan akhirnya hujan mampu menghapus segala isi.
Aku yang dekat denganmu yang dekat dengan sajak satire merindu.
Sungutku semakin merendah seiring juga konsentrasiku yang sudah kamu pecah.
Memanaslah sudah tubuhku dibalik didihan darah.

Berbisiklah, pelan saja.
Aku takut ada yang mendengar. 

Kerahkan saja, jangan meragu.
Yakinlah suaraku tidak akan mengganggu.

Hentakkan, seiring alunan lagu.
Akan aku ikuti pola permainanmu.

Ikat saja, kalau memang itu keinginanmu.
Tapi jangan salahkan aku kalau kamu kalah lebih dulu.

Peluhku sudah banyak menetes dari dahi, telinga, leher, dagu dan jatuh ke bahu.
Pastikan sudah cukup peluhku beradu dengan milikmu.
Sudahkan kamu selesaikan pekerjaanmu?
Jika sudah, beritahu aku.
Sebelum aku jemu..

Berhitung

Satu dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan hariku membunuh waktu denganmu,
Membakar habis lembaran-lembaran uang yang menjelma dalam sebuah candu.
Mengunci rapat-rapat sisa hati yang terluka dulu, siapa tahu kamu mencoba mencari celah baru.
Satu dikali dua puluh empat jam bersamamu, itu seratus lima puluh dikali dua puluh empat jam yang lalu.

Dua dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan hariku untuk berlibur denganmu,
Menghabiskan sisa uang saku untuk satu bulan hanya untuk sekedar duduk dan menikmati alunan merdu ombak laut yang berderu.
Iya, cukuplah dua kali dua puluh empat jam bersamamu untuk mengenal sejauh apa aku mulai mengerti tentang kamu.
Dua dikali dua puluh empat jam bersamamu, itu kurang lebih seratus dua puluh dikali dua puluh empat jam yang lalu.

Tiga dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan waktuku untuk menatap wajahmu,
Untuk pertama kali aku sadar seberapa menggodanya indera bicaramu.
Bercerita banyak tentang keluarga, masa lalu hingga masa depanmu.
Sadarkah kamu saat itu?
Sungguh aku tidak terlalu mendengarkan ocehanmu, ingin sedikit aku menyicip dan menyesap harum indah kecupan pertamaku denganmu.
Tiga dikali dua puluh empat jam bersamamu, aku sedikit tidak ingat namun sekitar seratus dikali dua puluh empat jam yang lalu.

Empat dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan waktuku untuk menggenggam tanganmu.
Merasakan panas tubuhmu, semakin dekat semakin mengejar nafasku semakin berderu.
Kuputuskan untuk meninggalkanmu pulang terlebih dahulu, aku takut aku tidak tahan godaanmu.
Empat dikali dua puluh empat jam bersamamu, entah kapan itu aku sudah tidak tahu.

Lima dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan waktuku untuk bercumbu.
Mengecap rasa penasaranku yang terdahulu.
Mengecap bibir yang seharusnya bukan punyaku.
Lima dikali dua puluh empat jam bersamamu, aku sudah mampu menghapuskan khawatirku dulu.

Enam dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan waktuku untuk bercinta denganmu.
Merasakan tubuh tak bersekat antara aku dan kamu,
Apa kamu tau?
Itu bagian terfavoritku.
Enam dikali dua puluh empat jam bersamamu, kamu sudi mengecup keningku sebelum tidur.

Tujuh dikali dua puluh empat jam bersamamu.
Kuhabiskan waktuku untuk melakukan segalanya bersamamu.
Tertawa, bahagia, bercumbu, bercinta juga menangis merana.
Tujuh dikali dua puluh empat jam bersamamu, syukurku akan nikmat bersamamu.
Kamu yang kukata aku adalah kamu dan kamu sama denganku.
Tujuh dikali dua puluh empat jam bersamamu, sekitar tujuh jam yang lalu.
Sebelum aku merindukanmu mulai tiga menit yang lalu..

Thursday, April 19, 2012

Terang Bulan

Bulan, mari ceritakan apa yang telah kamu saksikan sebelum genap setengah lingkaranmu melengkung agung.
Ceritakan tentang tawa membahana dan juga tangis mengiris.
Ceritakan tentang peluh dan nafas yang mendengus.
Buka semua memori dalam ingatanmu dan begitu pula aku.
Mari kita saling mengeluh, mari kita saling bergumam, bukannya kita cukup lemah tapi memang terkadang beberapa kesal bergumul marah.

Bulan, mari ceritakan apa yang telah kamu saksikan sebelum genap setengah lingkaranmu melengkung agung.
Tentang catatan yang pernah kau tulis dengan tinta perakmu.
Tentang catatan yang juga sama kutulis sepanjang itu.
Seringkali kamu kesal dengan retorika palsu, begitupun juga aku.
Hingga pada saatnya aku dan kamu sepakat bahwa tidak ada lagi yang ditunggu.

Bulan, mari ceritakan apa yang telah kamu saksikan sebelum genap setengah lingkaranmu melengkung agung.
Tentang betapa acuhnya kamu akan ribuan pasangan yang selalu menghitungmu.
Tentang betapa muaknya kamu selalu dipanggil dan disebut akan tanda menguatnya ikatan.
Tentang bagaimana kamu menertawakan perempuan-perempuan salah kaprah akan hitungan bulan
Tentang bagaimana kamu mengibakan perempuan-perempuan yang bertahan akan penantian
Rasakan betapa lelahnya menjadi bahan penantian, yang mereka sebut dalam hitungan bulan.

Bulan, mari ceritakan apa yang telah kamu saksikan sebelum genap setengah lingkaranmu melengkung agung.
Aku pernah menghitung beberapa kali lingkaranmu melengkung utuh.
Namun belum selesai kuhitung kamu tertutup awan dan aku gagal menghitung.
Aku mencoba untuk menghitung lagi dari awal, mendungpun tak suka.
Berulangkali kamu berkata padaku jangan kau hitung! Kamu hanya sebagian titik dari langit, marilah duduk, bersantai, dan nikmati cahaya. Mari kita bergumam, bercerita tentang jeritan hati.

Bulan, mari ceritakan lagi sebelum genap setengah lingkaranmu melengkung agung.
Tentang lelakiku tanpa ikatanmu
Untuk kali ini aku menurut apa katamu, aku tidak lagi menghitung lingkaranmu
Dan juga aku tidak peduli tentang beberapa kali kamu berhasil membulatkan cahaya sempurnamu
Mudah saja bagiku untuk terjatuh karena silau cahayamu.
Dan mudah saja bagiku untuk terjatuh karena silau perasaan hati yang tak terbendung lagi.
Lagi-lagi kamu ingatkan, jangan kamu ulangi.
Menghitungi aku dan tidak sempat menikmati.
Kembalilah ketempat tidurmu, rebahkan tubuhmu, regangkan otot-ototmu.
Maka sempurnalah bayangan dia disamping tidurmu..

Wednesday, March 07, 2012

Disfungsi Akal

Pada awalnya bermuka dari cerita yang datar. Cerita horizontal.
Aksen suaramu yang kental semakin hari semakin kuhafal.
Meredup senja sembari mebakar waktu untuk nyanyian lantang dan juga tawa terpikal.
Acuhkan picingan mata sepasang kekasih di meja sebelah dan menganggap otak kami dangkal.
Ya, memang kami teman dekat, sahabat, erat, lekat. Berteman buliran jam pasir yang terus menerus meminta untuk dibalikkan kami semakin jauh saling mengenal.
Juga seringkali kami melanjut dengan berbagi rasa euforia hura-hura di kota kami bertemu dan tinggal.
Di Jogjakarta, ditengah kota ada satu tempat yang cukup sering kami kunjungi, tidak terlalu besar namun cukup terkenal.
Bungkuskan tubuh jalangku dengan kain hitam sepanjang lutut dan biarkan rambutku tetap tergerai saja, biarkan mereka mengikal.
Gerutuku tentang dia yang suka mengulur waktu dan benar-benar membuatku jengah juga kesal.
Setiap terdengar suaranya setelah kutekan tombol hijau di telepon genggam. Sama. Kudengar "Iya sebentar" masih saja dia bebal.
Dan juga entah berapa kali tanganku terlipat dan mulutku menggerutu kesal.
Namun sudahlah ketika dia datang, masih sama seperti dulu pertama kita berkenal. Selalu saja menyunggi senyum rayu nan nakal.
Entah apa sudah tersistem secara otomatis dalam otakku atau hal sejenis, tarikan sudut bibir di kedua sisinya dengan mudah melebur kesal yang cukup menggumpal.
terlalu banyak wakatu dan kegitan yang kita lakukan bersama. Cukuplah sudah untuk merusakkan segala sistem kerja otak dan berkurangnya fungsi akal.
YAP!
Dan aku rasa sudah cukup pula aku berusaha membuat sistem hati terpental. Aku menyerah kalah, Cal.

Saturday, January 28, 2012

Rumah

Hal apa yang mungkin akan kalian pikirkan ketika mendengar kata "Rumah"
Mungkin kalian akan teringat tentang keluarga, masakan ibu, omelan bapak, keisengan kakak, kebandelan adik, dan masih banyak lagi.

Rumah..
Untuk aku, rumah adalah aku
Rumah membentuk bagaimana aku dewasa
Rumah menggambarkan bagaimana karakterku
Rumah memberikanku kebebasan memilih
Aku memilih untuk bermain tanah dan kotor
Atau memilih untuk membantu ibu membersihkan sudut-sudut rumah

Rumah..
Untuk aku, rumah adalah aku
Tidak perlu besar untuk membuatku rindu
Tidak perlu mewah untuk membuatku betah
Tidak perlu sejuk untuk membuatku nyaman

Rumah..
Untuk aku, rumah adalah aku
Tempat dimana aku tidak perlu cantik
Aku tidak perlu wangi ataupun rapih
Tempat dimana aku tidak perlu berpura-pura anggun
juga bertutur kata halus
Tempat dimana aku berada.

Rumah..
Untuk aku, rumah adalah aku
Tempat dimana aku mampu terjaga setiap malam
Tempat dimana aku bangun terlalu gelap
Tempat dimana aku terlalu malas untuk bangun
Tempat dimana aku bersandar saat lelah dan penat
Tempat dimana aku berada

Rumah..
Untuk aku, rumahku adalah kamu
Ya dan memang begitulah cara kerja rumah
Cukup hanya dengan diam namun mampu membuatku rindu
Rindu yang berlebihan dan berkepanjangan
Rindu dengan segala isi
Rindu dengan berbagai suara
Dan memang begitu pula cara kerjamu
Tiada satupun hal yang kamu lakukan
Tidak ada sepatah kata terucapkan
Merajuk pada suatu perasaan yang tak mampu ditahan

*****

Yah dan memang cukup saja kita seperti ini
Tidak perlu berucap kata cinta
Dan bersumpah untuk sehidup semati
Bermodal satu malam bersama saja sudah mampu membuat kita berdua tertawa

Yah dan memang kita cukuplah seperti ini
Tidak ada ikrar untuk saling setia
Dan mengumbar kata sayang setiap hari
Bermodal satu malam bersama dimana kita berpeluh saling ungkapkan perasaan hati

Yah memang diam-diam aku mengamati
Bagaimana kamu menjalani hari-hari
Apakah kamu akan bahagia kelak tanpa hadirku nanti
Atau bahkan mungkin kamu yang akan kukecup setiap pagi?

Yah memang diam-diam aku sendiri
Merasa sendiri tanpa hadirmu menemani
Bukan izinku pula memintamu hadir disini
Tapi?

Yah memang sangat kusadari aku membutuhkan rumah
Dan rumahku itu kamu
Melepas lelah penatku
Membuang keluh kesahku
Melampiaskan sedih marahku

Rumah..
Untuk aku, rumahku adalah kamu
Dimana aku akan pulang ketika habis sudah perjalanan panjang
Dimana aku kecewa ketika tidak ada seorangpun tinggal didalamnya

Rumah..
Untuk aku, rumahku adalah kamu
Kamu yang memberikanku tempat untuk tinggal
dan tidak memberikanku tempat untuk pulang.. :)

Anti Peluru

Aku dibuat untuk menjadi sebuah anti peluru
Yang mampu menangkis berbagai jenis peluru
Hingga sampai saat ini aku baru mampu menangkis hingga kaliber dua koma satu
Namun aku belum dibuat menjadi anti peluru yang sempurna
Masih sempat beberapa peluru meleset dari pengawasanku
Mencacatkan bagian-bagian tubuh yang harusnya utuh

Aku dibuat untuk menjadi sebuah anti peluru
Yang melindungi tubuh-tubuh dari goresan baja panas
Aku ditempa, aku dibentuk, aku dicetak
Apapun itu dilakukan agar aku mampu melindungi

Aku diuji, gagal
Tubuhku berlubang
Tubuhku diperbaiki

Aku kembali diuji, gagal
Tubuhku berlubang
Tubuhku ditambal

Aku terus diuji, gagal
Tubuh majikanku tergores
Tubuhku dicerca

Aku masih diuji
Terus menerus diuji
Sampai tidak ada tubuh yang terluka lagi
Gagal lagi
Ditambal lagi
Diuji lagi
Gagal lagi
Sakit lagi
Sampai pada suatu titik jengah karena dicaci
Aku berusaha bangkit berdiri
Menahan rasa sakit perih karena lubang disana sini
Peluru kaliber dua koma satu itu lagi mulai mendekati
Berbisik lirih dalam hati
"Sekali ini, kumohon untuk kali ini"

"CTAAANG....."
Tubuh majikanku terpental beberapa inchi
Kucoba membuka mata sebelah kiri
Tersungging senyum bahagia untuk kali ini
Untuk pertama kali
Setelah kucoba dan gagal lagi
Setelah kucoba berulang kali
Aku mampu bertahan untuk melindungi
Tidak ada peluru menembus tubuhku ini
Aku berhasil mengemban tugas ini

Untuk pertama kali
Setelah kucoba berungkali dan gagal lagi
Aku mampu melindungi
Tidak ada lubang lagi
Karena peluru tidak disasarkan di bagian dada sebelah kiri


P.s.
Untuk kamu yang pernah menyakiti, dan
untuk kamu yang sudah tidak mampu menyakiti
Di bagian dadamu, sebelah kiri, akan muncul sakit, sebentar lagi :)

Friday, January 06, 2012

Dipaksa Dewasa

Halo.
Namaku Gadis Kecil Kesayangan Papa.
Umurku tidak lebih dari sembilan belas tahun dan tidak kurang dari lima belas tahun.
Aku anak perempuan dari keluarga yang biasa-biasa saja.
Yah, lumayan sih apa yang aku inginkan selalu tercukupkan.
Aku juga memiliki latar belakang pendidikan yang tidak terlalu mengecewakan.
Aku punya hobi yang standar dimiliki oleh remaja perempuan seumuranku, membaca. Sudah berapa banyak buku yang sudah kubaca, puluhan, mungkin ratusan.
Yah tidak menutup kemungkinan juga jika aku juga suka berbelanja dan menghabiskan gaji satu bulan papa perlahan-lahan.

Aku sering berbohong kepada papa hanya untuk mendapatkan ijin pulang malam atau menginap dirumah teman.
Alasan yang kuberikan sih tidak akan jauh-jauh dari mengerjakan tugas sekolah yang terlampau banyak.
Padahal aku menghabiskan malamku untuk berhura-hura.

Aku sering berbohong kepada papa hanya untuk mendapatkan uang saku yang lebih.
Alasan yang kuberikan biasanya aku membutuhkan beberapa buku yang harganya mahal.
Padahal aku menghabiskan uang itu untuk berpesta.

Banyak sekali kebohongan yang aku buat dengan papa.
Termasuk aku berbohong bahwa aku adalah gadis yang baik.
Gadis yang rajin ibadah dan berprestasi baik di sekolah.
Padahal aku jauh dari status "gadis baik kesayangan papa"
Aku suka keluar dengan teman priaku, berpesta, mabuk, dan bercumbu.
Merasa bersalah dan tetap mengulangi kesalahan.
Pertanyaannya:
Kenapa aku masih mengulanginya.
Aku juga bingung harus kujawab dengan jawaban jujur atau tidak.
Aku selalu memunafikkan diriku sendiri bahwa semua kesalahanku adalah wajar.
Selalu saja muncul pembenaran dalam benakku ketika bisikan dari arah kanan kiriku sedang beradu.

Aku berbohong dengan papa.
Pernah aku mencoba untuk bersikap jujur apa adanya.
Memberitahu sedikit bagaimana rancunya masa remaja.
Tapi coba tebak aku mendapatkan apa?
Tamparan tepat di rahang dan tendangan kencang di bagian paha.
Cacian dan makian tepat didepan muka.
Memberi omelan panjang tentang bagaimana standar hidup manusia yang berguna.
Mengatakan bahwa aku harus bisa menyelesaikan studiku dengan ukuran tingginya angka.
Mengatakan bahwa aku harus bisa menjadi perempuan anggun yang jelita.
Mengatakan bahwa aku harus bisa mendapatkan suami baik hati, sukses, dan setia.
Mengatakan bahwa aku harus bisa lebih halus dalam bersikap dan bertutur kata.
Mengatakan bahwa aku harus bisa terlatih dalam mengurus rumah tangga.
Aku tahu Pa, aku tahu bagaimana perempuan harus bertindah seharusnya.
Tapi boleh aku mohon? Aku masih muda.
Aku ingin seperti mereka.
Muda, kaya, bahagia, dan berhura-hura.
Boleh aku meminta?
Aku masih belum bisa untuk dipaksa dewasa..