Saturday, December 17, 2011

Santunan Duka

Membunuh waktu untuk sekedar duduk sendiri disudut kedai kopi sembari mengetikkan sajak lamaku sebenarnya bukan kegiatan favoritku. Cangkir kopi pertamaku pun telah mengering dan aku belum mampu menyelesaikan ceritaku. Otakku buntu. Setelah berlarian mencari jalan dan masih tidak bisa menemukan pintu. Kupesan cangkir kopi keduaku. Barangkali cangkir yang kedua mampu membantu. Kuangkat tangan kananku dan waiter mengangguk tau. Ia mengeluarkan catatan dari sebelah kanan saku. Sebelum sempat ia menuliskan pesananku aku sudah kembali berkutat dengan sajakku.

Hei cantik, apa kabar kamu? Sudah lama kita tidak bertemu..
Seorang perempuan cantik yang baru memasuki kedai kopi ini menyapaku. Ya aku mengenal dia, sahabat lamaku ketika kami dulu masih duduk di bangku kuliah.

Oh halo, kabarku baik. Sangat baik. Bagaimana denganmu?

As you look, darl. I'm great.

Oh baguslah. Duduklah disini bersamaku. Aku rindu denganmu. Aku ingin bercerita dan mendengar cerita kehidupanmu. Apakah kamu masih seperti pasangan disebelah meja kita?
Aku mengedipkan sebelah mata. Ia tertawa.

Ya sepertinya sudah tidak lagi. Kamu sudah terlihat sangat dewasa. Aku yakin kamu tidak lagi seperti pasangan dimabuk asmara. Luka-luka terdahulu membuatmu mampu menertawakan pasangan bercinta.
Ya dan sepertinya sudah tidak lagi seperti dulu. Berkencan di kafe untuk sekedar mengumbar kata mesra. Merencanakan pernikanan di usia muda. Bermimpi akan mendapatkan hidup yang bahagia berdua. Mengarang-ngarang tentang siapa nantinya nama anak pertama.

Lagi-lagi sahabat cantikku ini mengumbar senyum bahagia.

Kamu masih sama sayang. Sama persis seperti dulu, masih dengan mudahnya menebak segala kehidupanku.

Yah memang bukan hal yang sulit untukku mengerti bagaimana dirimu. Aku sangat mengenalmu. Lihat sekarang dirimu. Aku berani bertaruh kamu sekarang menjadi wanita karir muda dan kaya raya.
Yah dan sangat mudah menebakmu, seorang wanita muda yang kaya datang sendiri di kedai kopi ini hanya untuk sekedar menyesap pahit kopi. Belajar memahami bagaimana ternyata kamu tidak sendiri. Dan akhirnya kamu malah menemukanku disini. Yah, aku yakin kamu bahagia bertemu aku lagi. Kamu ingat? Kita kan partner sakit hati.

Sudut bibirnya tertarik ke ujung-ujungnya. Mencetak senyum yang sekarang sudah jauh terlihat lebih dewasa.

Jadi apa yang kamu lakukan sekarang, sayang?

Masih sama. Aku masih suka merangkai sajak kata. Pergi ke klab hanya untuk sekedar mencari vitamin mata. Pulang dan terbangun entah dimana. Bersanding pria bertelanjang dada. Dan sampai aku pulangpun aku akan lupa siapa namanya.
Ketika malam hari ponselku berdering dan aku selalu tidak mengetahui siapa disana yang berbicara. Mungkin salah satu dari sekian banyak pria-pria bertelanjang dada.

Tidakkah satu diantara mereka yang kamu suka?

Kamu mengenalku. Aku pernah terluka juga dengan pria yang bertelanjang dada. Kamu kira aku akan mudah percaya dengan laki-laki yang serupa? Sempat dipikiranku aku mau selalu sendiri saja. Toh kalo nantinya berujung cerita yang sama buat apa? Sudah banyak ceceran hatiku tertinggal dibalik pria yang bertelanjang dada. Aku masih ingin memelihara kepingan yang tersisa. Jadi sungguh aku mohon jangan tanyakan hubunganku dengan perasaan dan cinta. Sungguh aku cukup muak dengan mereka.
Yah toh nantinya kalo memang aku sudah harus menikah itu hanya tuntutan sosial saja.

Aku ikut berduka, aku juga merasakan hal yang sama, Bella :)

Friday, December 16, 2011

Perempuan Gila dan Hati Terluka

Aku yakin kamu mendengar nafasku yang mulai melemah
Setelah sebelumnya kamu mampu membuatnya terengah-engah
Juga membuat rambut sebahuku yang berkeringat basah


Sayang, aku lelah
Kamu kira selama ini berada diposisiku adalah mudah?
Hah?
Setelah entah berapa kali aku harus mengganti sarung bantalku yang basah
Menahan emosi yang terlalu lama tersimpan dan sebentar lagi siap membuncah
Sungguh benar sayang, menghadapi kepergianmu samasekali bukan hal yang mudah

Sayang, aku lelah
Kamu pikir luka yang kamu gores mampu sembuh dengan cepat?
Hah?
Setelah kamu memutuskankan untuk hilang dan memberi jarak sekat
Sekarang apa yang kamu rasakan? Apa yang kamu lihat?
Puas?
Sungguh benar sayang, semua yang kamu lakukan benar laknat

Sayang, aku marah
Kamu pikir pertemuan kembali kita akan merubah keadaan?
Hah?
Berharap aku akan mendoakan tentang muaknya kamu dengan kehidupan
Santai, pelan-pelan..
Aku bukan setan yang akan menggodamu lagi, sayang
Tapi aku bisa bertaruh kamu akan menangisi dirimu dalam kesunyian

Sayang, aku marah
Sangat marah.
Dengan alibi yang kamu ucapkan seolah-olah kamu lelaki paling beretika
Menghisap rokok batang demi batang sambil menyungging senyum ceria
Dan berkata, "Kamu tahu kan sekarang aku sudah bersamanya?"
Kamu pikir aku akan peduli?
Hah?
Kamu salah

Sayang, apa kamu lupa kalau aku gila?
Bisa saja aku menyayat satu demi satu nadimu untuk kusimpan
Agar kamu tidak jauh-jauh pergi meninggalkan
Atau sekedar menginjak penuh pedal gas mobilku dan menabrak tubuhmu
Lalu aku berpura-pura baik untuk menjengukmu
Membawa rangkaian bunga dan buah agar kau cepat sehat

Sayang, apa kamu lupa kalau aku gila?
Beraninya kamu bermain-main api
Meninggalkanku dengan berbagai alibi
Jika boleh aku memberi saran..
Lebih baik jangan kau ulangi
Meskipun bukan denganku lagi

Errrrr...
Barusan aku berbicara dengan siapa yah?
Kamu kan sudah mati
Hihihihi :)

Wednesday, November 09, 2011

Kriminal

"Kamu mau melakukan tindakan kriminal nggak?"
"Hah? Apa?"
"Apa kamu mau mencuri nama belakangku?"

Sontak aku tertawa mendengar leluconmu itu.
Guyonan yang sebenarnya sering kubaca di akun cinta-cintaan di jejaring sosial favoritku.
Pernyataan yang samasekali tidak tidak mampu kujawab.
Bukan maksud mengiyakan atau menidakkan.
Hanya saja sangat lucu kalimat itu meluncur dari bibirmu.

Masih sangat baru diingatanku bagaimana caramu menyampaikan kata-kata itu
Saat itu aku dan kamu berjalan-jalan tidak menentu
Berteman angin dingin yang semakin merapatkan lenganmu dengan punyaku
Kamu terlihat linglung mendengar tawaku
Lalu dengan wajah polos memelas kamu mengulangi kalimatmu
"Mau nggak? Mencuri nama belakangku?"
Kuringiskan saja gigi-gigiku
Aku mau tapi aku malu

Masih benar kuingat bagaimana air mukamu saat menyampaikan kalimat itu
Kalimat klise yang terdengar manis saat muncul dari bibirmu
Kata-kata yang samasekali tidak terbayang akan kau ucap seperti itu
Wajah polosmu menambah rasa ingin tahuku
Apakah saat itu, memang benar adanya begitu?
Bahwa aku yang mampu mencuri nama belakangmu?

Sore tadi ada yang sangat membenciku, dia bernama hujan.
Membiarkanku kelaparan tanpa ada kepastian kapan aku bisa sarapan.
Memaksaku untuk tetap dikamar dan bergelut dengan kenangan.
Mempertajam pendengaranku akan suaramu yang tajam dan jantan.
Memperjelas indera penciumanku tentang bau tubuhmu yang menawan.
Dan pada sore itu aku hanya dikamar sendirian.
Merasakan kehadiranmu yang berbayang perlahan.
Aku benci kondisi seperti ini saat sendirian.
Aku merasa menjadi orang paling kasihan.

Tidak kok, aku tidak kasihan.
Aku masih mampu menertawakan hal-hal yang tidak lucu bersama teman-temanku.
Aku masih mampu menggerakkan jemariku untuk menulis cerita tentang lelakiku, dulu.
Aku masih mampu berjalan sendiri di pusat perbelanjaan untuk sekedar membeli baju.
Aku masih mampu memenjarakan diriku agar tidak terlalu jauh langkahku.
Aku masih mampu merawat hati yang masih terluka saat kau rampas dulu.
Juga saat-saat dulu ketika perlahan kamu menelanjangi perasaanku.

Polos.
Iya, memang tak perlu berbalut satu apapun untuk mampu mencintaimu.
Sederhana.
Iya, memang sederhanamu yang membuatku ingin bersanding selalu.
Murah.
Iya, memang tidak perlu mengocek kantong dalam-dalam untuk menyiapkan waktu bersamamu.

Namun bukan waktu polos yang hambar kurasa.
Tapi kualitas waktu yang kurasa.
Bahagia.

Namun bukan perasaan sederhana yang kupunya.
Tapi sejauh apa aku merajut cita-cita.
Berdua.

Namun bukan laki-laki murahan yang kupinta.
Tapi laki-laki yang semakin menumbuhkan bunga di dada.
Sempurna.

Dan ternyata kamu pergi begitu saja.
Meninggalkan hatiku telanjang terlunta-lunta.
Tiada ampun merampas bahagia yang kupunya.
Memeras air mata setiap malam tiba.
Mencuri waktu yang harusnya bisa kulewatkan bersama.

Andai saja saat itu aku bilang iya.
Mencuri nama belakangmu, Yanitra :)

Monday, November 07, 2011

Coba Saja Kamu Tahu Seperti Apa Malamku

Jarum jam dinding di kamar kosku terlampau cepat berjalan kekanan. Mataku mengerjap-ngerjap menjernihkan mata yang mulai buram. Kuambil jam dinding itu dan mengecek baterainya. Kupasang pada alarmku mejaku yang hampir tidak pernah kugunakan. Indikator detik digitalnya pun berkedip lebih cepat.
Ada apa dengan jam-jam ini?
Mengapa mereka berjalan begitu cepat?

Kepalaku mulai berat. Kopi hitam yang sore tadi kubuat sudah lagi tak berguna. Menyandarkan kepala disela-sela bantal lapukku adalah pilihan yang tepat.

Dengan cepatnya kepalaku berputar-putar. Ah, ada apa sih aku ini?
Memejamkan mataku erat-erat agar putarannya bisa berkurang lambat.
Ya..
Pelan pelan..
Kepalaku sudah tidak berputar cepat lagi, sakit yang tadi kurasa juga menjadi nikmat.
Sejenak aku terlelap.

Aku menggunakan blazer hitam favoritku dengan rok hitam diatas lutut. Ya memang begitulah outfit sehari-hariku. Bangga menjadi salah satu manajer muda di perusahaan milik ayahku.
Karir, karir, karir.
Cuma itu yang ada di benakku. Bekerja merupakan hiburan yang menyenangkan untukku. Bertemu klien, membicarakan kerja sama perusahaan di rumah makan yang menguras kocek sebulan, tapi aku menikmati itu.
Sepatu yang kupakai bukan lagi Gosh, Bellagio atau sepatu berjejer di Centro. Manolo pun aku mampu.
Pagi itu aku berjalan dari parkiran menuju pintu masuk perusahaanku. menyapa satpam yang setia membuka pintu.
Menyusuri lobby dan mengamati satu-persatu. Aku terpaku disitu ada kamu yang juga sedang melihatku.

"Haloo.. Astaga sudah lama sekali kita tidak bertemu. Apa kabarmu?" kataku yang selalu ramah padamu, selalu begitu. Karena dulu aku milikmu.
"Hei, aku baik-baik saja. Kamu bekerja disini?" jawabmu dengan senyum renyahmu dan gigi rapimu yang dulu pernah menggigit tengkukku.
"Iya aku bekerja disini, sudah lumayan lama. Apa kamu bekerja disini juga? Atau jangan-jangan kamu klienku? haha" aku berharap kamu menjawab iya, biar kita rasa lagi waktu dulu yang sangat kusuka.
"Oh tidak, aku hanya menunggu istriku memantau saham disini."

Saat itu aku mau satpam didepan pintu menyergapku secepatnya. Membungkam mulutku dan menyeretku ketempat gelap. Merampok segala isi tasku dan membunuhku.

Tidak perlu. Aku sudah mati. Kamu ternyata beristri.


Nafasku sesak. Mataku terbuka.
Ah, syukurlah. Hanya bunga tidur saja.
Nafasku masih terengah-engah. Masih sangat segar diingatan bagaimana kalimat terakhirmu membangunkanku.
Untung saja aku tidak berada disitu. Bukan aku yang ber-Manolo dan mendengar kamu sudah beristri.
Pikiranku sibuk sendiri.
Terlalu jauh aku bermimpi.
Lalu aku mulai mengingat kamu, wajahmu yang berhias mata beningmu, hidung mancungmu, rahang kerasmu dan bibir kesukaanku.
Dulu ketika malam aku terbangun karena mimpi burukku, aku lihat wajahmu disampingku. Tertidur lucu. Hilang sudah rasa kantukku.
Lalu aku mulai bercerita dan berandai-andai dengan mata terpejammu.
Semoga bisikku menelisip masuk kedalam mimpimu.
Dan ketika kamu mulai bergerak-gerak terganggu celotehanku aku segera memejamkan mataku berpura-pura tidur.
Kamu menarikkan selimutku sebatas bahu, mencium keningku dan mengatakan "Aku sayang kamu" juga ditutup dengan kecupan kecil di bibirku.

Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Panas tubuhmu yang menghangatkanku ketika kamu bilang padaku "sayang, tangan kamu kenapa dingin?"

Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Usapan bibir lembut yang kau curi-curi saat aku sedang bersama teman-temanku.

Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Saat aku bersihkan air matamu dengan tangan kotorku.

Semuanya masih tentang kamu.

Dan ketika semuanya hilang, jiwa-jiwaku juga ikut terbang.
Terimakasih, kamu pergi ketika kita masih ada sedikit sisa bahagia.
Dan bukan sesal dan benci yang tercipta.

Coba saja kamu tahu seperti apa malamku
Tiada lelah menangisi kepergianmu :)

Cerita Hujan Roman Picisan

Hujan.
Banyak orang menyukai hujan. Tentang bagaimana butiran airnya menyusup sela tanah dan menyebarkan aroma khas. Juga bagaimana tetesan airnya mampu mendinginkan cuaca.
Banyak cerita romantis dibalik rintiknya. Cerita romansa muda-mudi bercinta yang bisa saja berakhir luka dan duka.

Aku melihat disana, dua orang yang sedang dilanda asmara.
Bercerita tentang hujan, mengumbar kata rindu dibalik tulisan.

"Sayang, disini hujan. Cuacanya mendung dari sepagian."
"Ohya? Disini belum hujan, tapi sudah sangat berawan, mungkin sebentar lagi hujan"
"Coba saja kamu disini, sayang. Bersamaku memandang hujan."
"........."
"Aku merindukanmu, sudah lama kita tidak bertemu."
"Ya, memang mau bagaimana lagi sayang, memang jarak diantara kita jauh membentang"
"Aku rindu"
"Aku tau.."
"Sedang apa kamu disana?"
"Aku yakin kamu tau kalo kamu memang cinta"
"Hahaha.. Apa?"
"........."
"Emmmm, pasti kamu sedang memandang foto kita berdua"
"Lebih dari sekedar itu, sayang
Aku sekarang sangat bersyukur ada aku disana bersanding disisimu
Kesempatan yang sangat kutunggu dari puluhan hari terakhir ini
Aku bahagia mampu bersamamu"
"Terimakasih sayang, tapi aku tidak sebaik itu. Aku yang harusnya banyak bersyukur mampu mencintaimu dengan apa adanya aku"
"Aku sayang kamu"
"Aku paling menyayangimu :)"

Klise klise klise!
Aku melihat percakapan yang sangat klise
Aku melihat percakapan murahan yang biasa disampaikan anak-anak sma yang baru merasakan bercinta
Apalah itu cerita sayang, ungkapan cinta, kata-kata rindu
Aku muak dengan kata-kata itu

Klise!
Aku melihat percakapan klise
Yang dulu juga sering kuucap pada pasanganku
Yang entah sekarang dimana dirinya aku tak tahu
Aku juga rindu
Tentang ucapan klise nan lugu
Hahaha, akhirnya aku mengaku
Sekarang aku malu

Klise!
Bukan! Itu bukan cerita klise!
Itu cerita manis dan lucu
Cerita yang mengingatkanku pada memori dulu
Aku yang bersama dia yang bersamamu
Aku rindu
Tentang ucapan klise yang sering dia ujar dulu
Hahaha, akhirnya aku harus mengaku
Aku cemburu
Cemburu dengan kamu
Yang kini mampu bersama kekasihku dulu..

Iya, aku cemburu
Maaf bila memang harus begitu
Akupun tidak mampu mengendalikan hatiku

Maaf bila aku masih mencintai kekasihmu :)

Saturday, November 05, 2011

Perempuan Berkepala Dua

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Apakah sekarang kamu merasa bahagia?
Atau malah kau rasa duka?
Karena sekarang kamu berkepala dua
Tanggung jawab yang kau emban bukan hanya satu ataupun dua, sayang

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Aku harap sekarang kamu tersenyum suka
Menengadah dan mengepal tangan untuk sebuah doa
Berharap akan sebuah kehidupan yang bahagia
Melihat indahnya dunia hanya dari sepasang mata

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Kau awali dengan apa pagimu kini?
Pagi pertama kau jajaki hidup dengan kepala dua
Apakah kamu sarapan dengan orang-orang tercinta?
Atau malah kamu akan habiskan harimu bersama mereka?

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Aku mengenal siapa dirimu sebenarnya
Perempuan manja bernama Chacha
Bersuara merdu saat berbicara
Hanya saja kamu sangat mampu berpura-pura
Sembunyikan luka-luka dibalik canda tawa

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Usiamu kini sudah berbeda
Akupun miskin tak punya apa-apa
Hanya mampu menulis seiring aku menyanyikan lantunan doa
Harapku kamu akan selalu bahagia

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Terimakasih untuk sudi menjadi sahabat saya
Selalu menemani untuk sebuah duka
Mampu merawat ketika ada yang terluka
Memeluk manja saat terjatuh buliran air mata
Terimakasih untuk selalu ada

Hei, kamu perempuan berkepala dua
Jika nanti habis waktu kita untuk bersama
Akan kurindu teriakan lucumu yang kucinta
Aroma tubuhmu yang kusuka
Pelukan darimu yang membuat bahagia
Maka saat masih sempat kuucap kata-kata
Sebelum habis waktu kita,
Aku berdoa

Selamat ulang tahun Chacha
Bahagiamu akan menjadi tawaku juga
Perihmu akan kurasa juga
Ketika kau rasa kamu tak mampu untuk terjaga
Ingatlah perempuan bernama Bella
Akan berusaha untuk selalu ada dan mampu menjaga :)

Friday, November 04, 2011

Secangkir Kopi Pagi Hari

Semalam aku bermimpi tentang kamu yang sudah pergi
Bermimpi tentang bagaimana angkuhnya kamu kini
Berjalan gontai seolah-olah kamu tidak pernah mengenal sosok ini
Sosok yang katamu dulu pernah kau cintai
Sapa yang kulempar hanya kau balas dengan dengusan tidak peduli
Tidak lama kemudian aku terbangun dan menyadari bahwa aku sendiri
Tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari,
atau sekedar secangkir kopi Toraja kesukaanku yang kau bawa untuk menemani..

Seperti biasa, kepalaku masih terlalu berat meninggalkan bantalnya
Entah mengapa sepertinya mereka saling cinta
Meskipun sang bantal seringkali basah dan berbercak bekas air mata
Tapi ia mampu menghangatkan ketika sang kepala terluka
Namun percuma saja,
Tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari antara dua kepala.

Kupaksakan tubuhku untuk tidak selalu manja
Beranjak berdiri bergegas untuk mencuci muka
Kulihat kalender kecil disamping meja
Oh, hari ini baru tanggal tiga
Tidak ada satupun kegiatan yang menuntutku untuk pergi meninggalkan kamar kecil 3x5 ku tercinta
Meskipun sama saja,
Tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari untuk sekedar bercanda.

Kulihat pantulan wajah lusuhku di kaca
Lucu sekali ada bayangan hitam disekitar mata
Lama-lama aku bisa seperti panda
Sesekali aku mencoba tersenyum dengannya
Melihat seberapa manis diriku dulu saat meringis memanja
Bibirku menarik setiap sudut-sudutnya menjadi lengkungan senyum bahagia
Tapi mata panda itu menunjukkan ada luka
Memang iya,
Karena tidak ada lagi perbincangan hangat di pagi hari yang sangat kusuka.

Aku merunduk mencari-cari sesuatu di laci
Sesuatu yang mampu menghangatkan pagiku yang sendiri
Ah, ini dia yang kucari
Kopi.
Bukan Toraja seperti kesukaanku jika menyeduh kopi
Tapi harum kopi ini tidak kalah wangi
Tetap tidak melunturkan hasratku untuk tetap menikmati.

Sekilas aku ingat saat kita berdua meminum kopi
Kamu selalu mencium uap panas dan terlihat sangat menikmati
Aku bertanya mengapa tidak segera saja kamu minum kopi ini?
Kamu bilang itulah seni dalam meminum kopi
Pejamkan mata, hirup uapnya, dan kamu akan menemukan jati diri kopi ini
Setiap jenis kopi akan memiliki aromanya sendiri
Cobalah! Maka kamu tidak akan sekedar meminum kopi
Tapi kamu akan tahu bagaimana mencintai kopi
Katamu sambil tersenyum lucu, senyum lucu yang sangat kusukai.

Memori ini membuatku lupa aku sudah terlalu lama membiarkan kopiku sendiri
Cangkir putihnya terlihat kontras dengan warna kopi
Aku sangat suka dengan aroma kopi ini
Menyelinap disela lubang hidungku dan mulai menari-nari
Menggelitikku untuk lebih dekat dengan bibir cangkir putih ini
Ah,
Ternyata aku lupa menabur gula didalam cangkir ini
Sangat pahit terasa namun entah mengapa aku sangat menikmati.

Karena kamu sudah pernah mengajari,
Bagaimana cara menikmati secangkir kopi di pagi hari.

Karena kamu sudah pernah mengajari,
Bagaimana cara mengenal dan mencintai hanya dari aroma kopi.

Thursday, November 03, 2011

Reparasi Hati

Temperatur mesinku sudah mulai memanas.
Oh jangan sekarang!
Sedikit lagi aku sudah akan sampai ditujuanku.
Jarum indikator temperaturnya mulai mendekati tanda "H".
Aku menggerutu dalam hati pasti mesinku sebentar lagi mati.
Ah!
Benar saja, meskinku sudah mati. Berasap pekat pula.
Panik, aku butuh pertolongan pertama.
Kupanggil teman-temanku terdekatku untuk membantu membuka kap mesinnya.
Namun justru panas mesin melukai tangan mereka.
Apalagi yang mampu kulakukan?
Sahabatku hanya mampu mendorongku dari belakang sementara aku masih dibalik stir mengendarainya.
Siapa lagi yang bisa mengendalikannya?
Siapa lagi yang mampu membawanya?
Ya, memang cuma aku saja.

Kuangkat telepon genggamku mencoba mencari-cari nomor yang mungkin bisa kuhubungi.
Yang menolong dan memperbaiki.
Ku tekan tombol hijau di telepon genggamku berkali-kali.
Tapi yang terdengar hanya suara "tuuuutt.. tuuuttt.." panjang tiada henti.

Hampir 3 jam aku menunggu, mesinku masih tergolek disitu.
masih belum ada yang mampu membantu.
Aku masih duduk didekatnya dan terpaku.

Hampir sudah aku putus asa akhirnya aku memutuskan membuka kap mesinku berhati-hati.
Takut panasnya masih akan melukai.
Ah, ini dia penyebab mesin mati.
Blower mesinnya lepas sendiri.
Air radiatornya pun mengering, ah memang sudah pasti.

Tolong.. Tolong..!
Saya butuh reparasi hati :(

Buku Bekas

Buku bekas, di laci kanan meja belajarku.
Berdebu.
Berisi cerita bahagia juga pilu.
Buku bekas, penuh dengan tulisan dan goresan tangan kananku.
Sesekali orang-orang disekitarku ikut menulis tentang ceritaku.
Ujung-ujung sampul coklatnya sudah compang-camping.
Bekas goresan sangat terlihat di sisi jilid samping.
Kertasnyapun sudah menguning.

Buku bekas, di laci kanan meja belajarku.
Terkadang aku menulis cerita dengan ragu,
Akankah suatu hari nanti aku masih mampu membuka lembaran buku itu?
Terkadang tulisanku luntur oleh airmataku,
Menangisi dan mengutuki ceritaku yang mungkin kamu pun tidak mau tahu.
Terkadang aku menyobek lembaran bukuku,
Setelah aku membaca kembali tulisanku dan aku malu.

Buku bekas, di laci kanan meja belajarku.
Halaman-halamannya sudah penuh dengan berbagai coretan lugu.
Menertawakan hidupku.
Menyesali tindakan-tindakanku dulu yang terlihat sangat dungu.

Sesekali ingin membuang bukuku yang usang dan mengganti dengan yang baru.
Atau sekedar merobek sampulnya dan menggantinya dengan warna merah muda kesukaanku.

Sesekali ingin membuang bukuku yang usang dan mengganti dengan yang baru.
Atau bahkan membakar satu persatu lembaran-lembaran palsu.

Kubaca lagu buku bekasku, dari laci kanan meja belajarku.
Halaman satu sampai halaman dua puluh satu bukan cerita favoritku.
Tapi pernah kutulis disitu.
Halaman setelah dua puluh satu sampai dengan halaman terakhir, merupakan bagian favoritku.
Cerita yang kutulis tentang kamu.

Sesekali ingin membuang bukuku yang usang dan mengganti dengan yang baru.
Namun perlu membayar harga yang mahal untuk pernah melewatkan waktuku bersamamu, dulu.

Lalu, aku menyimpan kembali buku bekasku, di laci kanan meja belajarku :)

Tuesday, November 01, 2011

Aku Mengetahui Mereka

Perempuan berkerudung abu-abu itu, aku mengenal dia.
Dia pendiam, manis, halus bertutur kata.
Dia tidak punya banyak kawan.
Hidupnya pun pas-pasan.
Hampir tidak ada satupun yang mampu ia banggakan.

Perempuan bergaun malam hitam itu, aku mengenal dia.
Dia cerewet, ceria, dan suka tertawa.
Dia punya ratusan teman.
Uangnya cukup untuk membeli berlian.
Hampir semua yang dia miliki menjadi angan.

Perempuan berkerudung abu-abu itu, aku sering melihatnya.
Dia membawa buku catatan kuliahnya kemana-mana.
Dia hanya berkendara roda dua.
Dibawanya selalu air mineral kesukaan.
Gugup, malu dan kaku saat disapa kawan.

Perempuan bergaun malam hitam itu, aku sering melihatnya.
Dia selalu membawa undangan di klub malam untuk sebuah pesta.
Kendaraan roda empat yang menjadi teman dijalannya.
Dibawanya selalu bir dingin favoritnya.
Dimanapun dia berada, selalu saja ada kawan yang menyapanya bahagia.

Perempuan berkerudung abu-abu itu, aku teman dekatnya.
Dia sakit dan rapuh terlihat dari matanya.
Terlihat lusuh dibalut pakaian sederhana.
Sepatu yang dipakainya itu-itu saja.
Sepatu datar murahan yang ia beli dipinggir jalan.

Perempuan bergaun malam hitam itu, aku teman dekatnya.
Dia selalu bersemangat melewati hari-hari penuh canda tawa.
Terlihat menawan dibalik pakaiannya.
Sepatu yang dipakainya pasti membuat ngilu kakinya.
Sepatu tinggi yang cukup mencekat dikantong mahasiswa.

Mereka berbeda.
Sangat jauh bertolak belakang.
Tapi aku mengetahui mereka.
Aku mengenal keduanya.
Aku bersahabat dengannya.
Setiap hari aku bersamanya.
Pagi, siang, sore ataupun malam, aku bersama mereka.
Sahabat terbaik yang aku punya.
Pendengar yang pandai ketika aku mengeluh apa saja.
Menghapus air mata ketika aku terluka.
Memeluk erat ketika aku bahagia dan tertawa.

Mereka berbeda.
Sangat jauh bertolak belakang.
Tapi aku mengetahui mereka.
Aku mengenal keduanya.
Aku bersahabat dengannya.
Setiap hari aku bersamanya.

Ketika aku bercermin dalam dua sisi kaca..

Untuk Kamu yang Mungkin Mencuri Baca Tulisan Ini

Dulu, pernah aku tertawa habiskan momen-momen bahagia bersamamu.
Sebentar.
Akupun tahu, aku suka begitupun kamu.
Bukan sekedar merayu, tapi memang begitulah rasaku.

Kamu pernah bilang saat itu memang kamu ingin bersamaku meskipun dinding jarak berderit memilu.
Senyum simpulku menanyakan apakah memang aku adanya disitu?
Lalu kunikmati saja tempatku disini. Luangkan sedikit waktu. Berbincang lucu, denganmu.

Dan sekejap waktu aku hancurkan segalamu.
Aku lari, kukata kamu tidak cepat dan kamu tidak dekat.
Alibi.
Aku malu menjadi orang tolol berdasi kupu-kupu.
Terikat. Semakin menyakitkan ketika ikatannya mengerat sendu.

Lalu kumulai hari tanpamu.
Aku baik-baik saja kok.
Aku bahagia selalu.
Aku masih tertawa tanpa hadirmu.
Aku masih mampu berlari dan bermain bersamanya dan bukan denganmu.
Lalu perlahan aku mulai rontok satu-persatu.
Aku rapuh sendiri dan bukan karenamu.
Sedihku kupendam jadi penyakit hati berteman sendu.
Seiring tubuhku yang semakin melemah dan melesu.

Tapi ternyata kamu masih disitu.
Menolong dan membantu.
Mencari dan memasang satu demi satu.
Entah adakah bagian yang kau ambil, tapi kurasa sesal karena ulah dulu.


Untuk kamu, yang pernah sakit karenaku.
Untuk kamu, yang kembali datang karena sakitku.

Monday, October 31, 2011

Kalau Aku Patah Hati, Siapa yang Salah?

Perpisahan.
Siapa yang harus disalahkan dengan adanya tragedi perpisahan?
Ketika perpisahan terjadi pada saat yang tidak diinginkan.
Siapa yang harus disalahkan saat perpisahan tersebut meninggalkan kesan?

Aku mau menyalahkan Tuhan.
Apa? Kamu mau menyalahkan Tuhan?
Kalau begitu kutuk dirimu sendiri! Hidupkan nyawamu sendiri dan pompa jantungmu sendiri, bodoh!

Aku mau menyalahkan kamu yang meninggalkan.
Hahahahahaha, kamu lucu! Kamu mau menyalahkan dia? Hahahaha
Apa dia salah ketika dia mampu menbuat kamu bahagia dan tertawa? Apa kamu menyesal pernah punya cerita bersamanya?
Kalau begitu, tangisi dan ratapi saja terus bahagiamu sekarang!

Aku mau menyalahkan keadaan.
Ohhhh, jadi keadaan yang salah ya? Hihihi
Jawaban orang putus asa.

Aku mau menyalahkan perasaan.
Lantas? Mengapa kamu tidak bunuh diri saja? Ketika kamu mati kamu sudah tidak akan memiliki perasaan-perasaan itu kok. Mati saja.

Tapi kan aku tidak mau membuat orang-orang terdekatku merasa kehilangan.
Yakin? Mereka akan kehilangan?
Yakin. Meskipun aku tidak akan tahu seberapa dalam.
Kamu pernah ditinggalkan?
Pernah.
Kamu merasa kehilangan?
Sangat dalam. Lebih dari sekedar kehilangan. Aku sangat tertekan.
Ya silahkan tafsirkan sendiri. Aku rasa patah hatimu tidak membuat volume otakmu berkurang.

Kalau bergitu aku mau menyalahkan aku sendiri
Ya itu jauh lebih baik.
Keadaanmu sekarang memang karena ulahmu sendiri.
Salahkan dirimu sendiri.
Kutuki dirimu karena terlalu dalam mencintai.
Cerca dirimu karena terlalu rapuh sendiri.
Rasakan saja.
Nikmati saja.
Lihat saja.
Kerapuhanmu mungkin saja membuatmu mati.
Tapi rasakan nanti.
Ketika kerapuhanmu sudah tidak membayangi.
Sejauh apa jalan yang mampu kau tapaki sendiri :))

Lalu perbincanganku dengan hati terhenti saat mendengar alarm pagiku berbunyi.
Waktuku untuk memulai hari.

Tuesday, October 25, 2011

Katanya

Puluhan hari terakhir ini aku menghabiskan waktuku sendiri. Apapun itu asal mampu menyenangkan hati. Uang saku satu bulan kuhabiskan pelan tapi pasti. Bantal-bantalku yang basah kubiarkan mengering sendiri. Setiap malam tetangga kamarku sayup-sayup akan mendengar lantunan lagu mengiris hati. Beberapa teman seatapku bertanya, "kok sudah lama dia tidak kemari?". Tidak sanggup aku lempar kata hanya senyum lebar menutupi perih hati.

Pernah aku dengar dari sahabatmu.
Katanya, kamu memang sayang padaku.
Sekarang apa kabarmu pun aku tak tahu.

Pernah aku dengar dari bibirmu.
Katanya, kamu mau aku.
Sekarang setiap hari aku meratapi sendu.

Pernah aku dengar ujarmu saat kunyalakan stasiun radio favoritku.
Katanya, aku paling tahu cara menikmati lagu-lagu.
Sekarang yang kuputar hanya lagu rindu.

Pernah aku dengar dari mulut sahabat lelakiku.
Katanya, air mata yang pernah kamu teteskan itu tanda tak ragu.
Sekarang, berbanding terbalik. Cuma aku.

Katanya suka
Katanya sayang
Katanya aku dan kamu
Katanya kamu kalut saat tidak ada aku

Sekarang, dimana kamu?
Aku rindu.

Sekarang, bukan aku.
Saat memanja dan kau panggil sayang saat nafasmu berderu.

Friday, September 30, 2011

Belum Selesai

Malam kau kata kau tak mampu bersama,
Aku terluka.
Belum selesai, masih menganga.

Malam kudengar kau bersamanya,
Aku lebih terluka.
Belum selesai, lebih menganga.

Fajar kusadar kau hapus aku dan semua cerita,
Aku sangat terluka.
Belum selesai, sangat menganga.

Pouring Rain as Tears

This wound won't seems to heal
This pain is just too real
There just too much the time cannot erase


(My Immortal - Evanesence)

Nevermind, I'll find someone like you
I wish nothing but the best for you, two
Don't forget me, I begged
I remember you say
Sometimes it last in love but sometimes it hurt instead


(Adele - Someone Like You)

Nothing I do to make you happy anymore
Nothing I say put a smile on to your face
Nothing I do bring us back together
Nothing I say put a smile on to your face


(Nothing I Do - Jammie Cullum)

Maybe I didn't treat you
Quite as good as I should have
Maybe I didn't love you
Quite as often as I could have


(Always On My Mind - Michael Buble)

There's a thousands word that I could say to make you come home
Seems so long that you walked away and left me alone
And I remember what you said to me, you were acting so strange
And maybe I was too blind to see that you needed a change


(Gone - Nsync)

What you do when you're stuck
Cause the one that you love
Has pushed you away
And you can't deal with the pain


(Broken Arrow - Pixie Lott)

You're the closest thing I have
To bring out the conversation
About love that didn't last
But I could never called you mine and I could never called myself yours


(Can't Let Go - Landon Pigg)

Chest to chest
Nose to nose
Arm to arm
We were always just that close


(California King Bed - Rihanna)

If I could write another ending
This wouldn't even be our song
If I find a way that we would never ever be apart
Right from the start


(Home Is In Your Eyes - Greyson Chance)

I heard her face as white as rain
Soft as a rose that bloom in May
He keeps her picture in a frame
And when he sleep he calls her name
I wonder if she makes him smile
The way he used to smile at me


(How Could An Angel Break My Heart - Toni Braxton)

Saturday, August 13, 2011

I See You in Me


Lihat betapa miripnya kami. Sama-sama ceroboh dan tidak berhati-hati. Kadang terlalu tergesa-gesa dan kadang terlalu lama.
Kami sama-sama tidak mampu menentukan tempat untuk sekedar sarapan atau makan malam. Jika sudah ditentukan tempatnya, ternyata itu-itu lagi :)
Kami suka membuang watu untuk sekedar bercanda, bercerita, dan mengumbar kata mesra berdua.
Atau mungkin kami terlalu rindu, terlihat dari berbinarnya dua pasang mata.
Kami suka menonton film berdua dan tertawa ketika ada salah satu yang meneteskan air mata.
Kami suka saling mengejek dan mencela.
Kami juga suka saling menggoda dan manja.
Kami sama-sama terlalu peka. Sedikit perkataan yang diluar harapan dapat menimbulkan duka.
Kami sama-sama keras kepala. Kami sama-sama batu yang ketika keduanya saling dihantamkan dapat saling melukai.
Kami juga masih belajar untuk lebih dewasa dan saling memahami.

Melihat dia seperti sedang bercermin melihat diriku sendiri.
Lihat, mirip kan kami?
Meskipun banyak juga perbedaan yang menghalangi.
Jika kami sama-sama mampu bijaksana untuk menghadapi, perbedaan itu akan takut dan bersembunyi

Lihat betapa miripnya kami,
Bersenandung dengan suara sumbang di kamar mandi :)

Night Prayer


Ya Allah, untuk kesekian kalinya aku memanjat doa pada-Mu. Bukan hamba ingin memamerkan doa, tapi sungguh bibir hamba tidak cukup kuat mengucapkan kata-kata.

Malam ini, sekali lagi hamba menangisi lelaki yang hamba kasihi. Bukan hamba bersedih, justru hamba sangat bersyukur telah Engkau pertemukan dengan dia. Seorang laki-laki yang mampu memahami hamba. Hamba menangis karena ternyata terlalu banyak nikmat-Mu yang hamba lewatkan untuk bersyukur.

Ya Allah, terimakasih Engkau pertemukan hamba dengan dia. Teman terbaik yang pernah hamba miliki. Sahabat terdekat yang selalu hadir di hela mimpi. Karena itu ya Allah mudahkanlah jalannya setiap hari.

Tegarkanlah hatinya,
Sabarkan sesalnya,
Dinginkan marahnya,
Lepaskan tawanya,
Peluklah sedihnya,
Hapuskan air matanya,
Mudahkan jalannya,
Wujudkan cita-citanya,
Dan jika Engkau berkenan, izinkan hamba untuk selalu berada didekatnya.
Tak akan sesempurna penghambaanku pada-Mu,
Tapi akan aku berikan yang terbaik yang aku punya..

Ya Allah, mungkin memang hamba tidak berkata-kata.
Namun hamba percaya Engkau selalu ada
Jika malam ini dia panjatkan doa pada-Mu ya Allah, tolong sampaikan kepadanya.
Perempuan rapuh ini sangat menyayanginya, apapun keadaan yang ada.
Dan akan selalu berbahagia untuknya, tanpa ataupun dengan hamba..

Amin Amin ya Robbal alamin

Friday, August 12, 2011

Funeral

If I die, yeah would you come to my funeral?
Would you cry?
Would you feel some regret that we didn't try?
Or would you fall apart as the same as I?

JLS - Beat Again

My Loudest Cry

I just wanna go back to Jogja now! Please..
I want get myself alone.
ALONE
People are aching me a lot
Simply, it's tiring..


Thursday, August 11, 2011

I Keep It in Faith

I believe with your tears.
That you ever fallen from those lovely eyes that I love most.
Please, let me be the last who wipe it :)

Silence

Semua berawal dari sore hari di akhir bulan Juli. Saat kejutanku mengejutkanku sendiri.
Jutaan perasaanku tertahan oleh kata-kata sendu menyayat hati.
Aku kehilangan seseorang yang teramat aku sayangi untuk puluhan hari terakhir ini.

Aku tau sayang, bagaimana rasanya menjadi dirimu..
Aku pernah berada di tempatmu
Aku pernah berujar yang sama denganmu
Aku pernah mengeluarkan nada yang sama dengan milikmu

Sungguh aku ingin katakan itu padamu.
Tiga puluh hari kedua cukup membuatku membuka mata, bahwa karma itu memang benar adanya.

Selalu saja kamu bilang aku menuduhmu salah, tidak sayang..
Aku hanya ingin mengenal dirimu lebih dalam, maaf jika ternyata ujarku menyakiti.
Maaf jika ternyata tingkahku menjengkelkan hati.
Aku hanya ingin tau pasti kamu mampu menjaga hati.

Dan sekarang aku menuliskan ironi.
Menceritakan sepi.
Sejak sore itu di stasiun kereta api.
Di kota dimana kita menyambung romansa dini.
Kamu yang berdiam diri.

Aku terlalu lelah untuk merangkai sajak, sayang..
Tanganku terlalu kotor untuk mengetikkan sajak-sajak manisku dulu

Hukum saja aku dengan diammu, tidak apa-apa sayangku
Aku memang pantas ditampar dengan sepi itu
Tapi sayang,
Aku hanya sekedar memberi tau, meskipun aku saat hafal dirimu yang tak mampu mengingat banyak tentang hal-hal mini

Nanti..
Jika tanganmu sudah tak lagi mampu membopongku dan aku sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri
Nanti..
Jika ada perempuan lain yang tidak cukup kuat untuk berjalan sendiri yang membutuhkan pertolongan dari kedua tanganmu untuk menjalani hari-hari
Jangan pernah kamu memeluk dia dengan diammu
Cukup aku menjadi tersangka terakhirmu
Terpenjara sepi, terpasung sunyi

Mereka terlalu rapuh untuk berpeluh sepi, sayang..

Aku berani bertaruh, kamu lupa jika aku kuat, sayang..
Kenapa kamu begitu pelupa, sayang..
Mungkin kamu juga lupa, bagaimana aku berusaha dan berjuang..

Jika ingatanmu tidak terlalu panjang untuk mengingat hal-hal kecil, katakan padaku. Jangan kamu simpan sendiri.
Aku akan mengingatnya untukmu, atas nama perasaanku..

Saturday, August 06, 2011

Saturday, August 6th

Aku tidak tahu pasti,
Yang jelas hari ini hanya senyum yang kamu beri..

Friday, July 29, 2011

Empat Belas

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Aku menjawab dengan pasti tentang empat belas
Kamu mengiyakannya juga
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Apakah aku harus menjawab jujur atau menjawab sekedar menyenangkan
Kuputuskan untuk selalu jujur
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Tentang bagaimana malam itu kamu katakan suka
Meskipun aku bahagia
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Sudikah aku untuk selalu bersamamu
Kututup mata sayu malu ku dan kujawab iya
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Adakah semua yang kulontar adalah benar
Aku takut salah mengingat, kukatakan seadanya, apa adanya
Aku ragu kamu tahu..

Aku ragu ketika kamu menanyakannya..
Tentang hal-hal yang sudah sedikit banyak kau lupakan
Yang aku jawab dengan kerutan
Juga omelan
Yang samasekali tidak membuatmu nyaman
Sempat ada penyesalan
Berharap dan mengiba agar kau maafkan
Aku ragu kamu tahu..

Lalu kukumpulkan semua keraguanku, aku lelah menyimpannya
Ketika masih disimpan, mereka membaret menggaruk dinding jantungku hingga berderit membekas
Kamu mau tahu? Bekasnya masih ada
Lalu untuk apa masih kusimpan?
Yang nantinya lama kelamaan akan mengendap didadaku seiring tubuhku yang membusuk
Kucabut keraguanku hingga akarnya, mereka sudah terlanjur terlalu lama kupelihara, akarnya kuat
Aku putus asa, aku tidak mampu melepaskan hingga akarnya
Tapi kamu membantuku, sembari membawa potongan pecahan botol semalam kamu mengiris sedikit demi sedikit batang ragu itu
Kamu pun lelah
Aku juga lelah meskipun aku tak berhenti mengiris diriku sendiri dengan pecahan botol yang kamu tinggalkan
Dan ternyata aku bisa menebangnya, meskipun tertinggal didalam akarnya

Aku ragu kamu tahu..

Tuesday, July 19, 2011

Oksigen

Halo, bolehkah kau izinkan aku untuk bernafas sejenak? Aku mohon. Dadaku sesak.
Sudah puluhan 24 jam dan dia masih saja disitu. Bisakah sebentar saja kamu katakan sungguh-sungguh?
Aku sakit benar aku benar sakit.
Aku butuh oksigen untuk aku bernafas. Tapi kemana mereka? Oh, mereka pergi. Mereka pergi bersama rasa cemburuku.
Aku sakit. Orang sakit butuh oksigen.
Kemana oksigen itu? Oh, mereka pergi. Mereka pergi bersama lelakiku yang masih menyimpan foto bersama wanita yang bukan aku.
Tiga kali sudah nafasku dicuri.
Pertama hilang didompetmu, kedua hilang di telepon genggammu, ketiga hilang di akun facebookmu.
Aku masih sakit dan kamu masih diam, mencuri oksigenku.

Halo, bolehkah sekarang aku berharap oksigenku kembali? Jika memang iya bawakan mereka untukku..
Aku sakit, parah..

Rest in Piece

Aku sudah mati, denyut darahku berhenti.
Merobek dan membedah isi perut yang terdalam dan menemukan peluru. Pelurunya masih panas ternyata. Lalu aku mati.

Aku sudah mati, jantungku berhenti.
Membius tangan yang mulai kaku agar mampu bergerak lagi. Tertusuk pecahan beling ternyata. Lalu aku mati.

Aku sudah mati, nafasku berhenti.
Memandang dosa-dosa yang telah lalu yang terlalu lama disimpan. Busuk ternyata. Baunya sungguh menyengat. Lalu aku mati.

Aku sudah mati, aku mau hidup lagi.
Membongkar pasang jantung yang mulai membiru karena aus berteman lalat. Lalu dia menjegalku, aku tidak jadi hidup lagi.

Aku sudah mati, aku mau bernafas lagi.
Mengesot mencari cari bekas tangan dan kaki yang buntung agar mampu membelai indah wajahmu. Lalu dia membakar tangan dan kakiku, aku tidak jadi hidup lagi.

Aku sudah mati, aku mau berkedip lagi.
Mengumpulkan kepingan kepalaku yang pecah agar aku bisa menggodamu seperti dulu. Tapi dia menendang bola mataku, aku takut untuk hidup lagi.

Aku setengah mati.
Kuingat apa yang sudah aku lakukan mengapa aku menjadi seperti ini. Oh ternyata aku menciptakan penyakitku sendiri. Penyakit yang mematikan syaraf-syaraf inti.

Penyakitku ini merontokkan hati. Penyakitku ini membirukan organ disekitar hati. Mengkakukan tangan dan kaki.

Aku setengah mati.
Bangun dan menata kembali kepingan tubuhku yang tercecer disudut-sudut ruang berbalut darah anyir. Berharap bisa menemuimu kembali dengan mata yang berkantung dan sembab. Berharap kau menghapus air matamu ketika aku bisa hidup kembali.

Aku setengah mati.
Mempertahankan nafasku yang telah pergi. Mengiba siapa tahu ada yang berbaik hati membelikanku sekantung nafas, dan sekotak darah panas. Berharap aku memergokimu memanja gila didepan fotoku di meja belajarmu.

Aku setengah mati.
Melihat dirimu diruangan ini. Tertawa bahagia, berpeluk cinta dan menari-nari. Oh, ternyata aku tidak perlu hidup lagi. Hidupmu bahagia ketika aku mati. Baiklah aku memilih mati.

Aku mati. Nyawaku tercekat dikerongkongan. Ternyata kau menghapus inisialku. Ternyata kau tidak menyimpan fotoku didompetmu. Ternyata kamu tidak mengukir namaku diakunmu. Ternyata kamu tidak menikmati waktu-waktu bersamaku. Ternyata kamu mencampakkanku. Ternyata kamu tidak menginginkanku.

Aku mati. Penyakitku sudah menggerogoti. Penyakit hati.

Saturday, June 18, 2011

I'm Fine, Thank You

Sekali lagi aku menulis tentang kamu, lelakiku. Maaf aku tidak cukup tahan untuk tidak menulis tentang kamu. Tentang nafas lelahmu berjalan melalui jalanan di sepanjang hidupmu. Tentang bekas luka dikakimu pertanda sudah banyak kamu tersandung dan terjatuh. Tentang goresan ditanganmu sebagai tanda kamu pernah menebas ranting yang menghalangi jalanmu. Aku bergeleng sengit melihat bekas-bekas lukamu juga tangan dan kaki kasarmu. Namun, bukan keluhan kesal atau lelahmu yang aku dengar, hanya derai tawa dan deretan gigi rapimu yang sering kau pamerkan kepadaku. Aku tidak mau kalah! Aku juga punya deretan gigi yang rapi :)

Sekali lagi aku menulis tentang kamu, lelakiku. Maaf aku tidak cukup tahan untuk tidak menulis tentang kamu. Meskipun aku belum menemukan kata-kata yang mampu mendeskripsikan secara jelas tentang kamu, bolehkah aku mencatat sedikit tentang apa yang aku tau? Maaf kalau memang aku belum cukup mengenalmu. Sedikit saja, bolehkan?

Lelakiku, aku ingin menulis tentang kamu.
Ada sesuatu darimu tentang masa lalu. Ketika saat itu aku pun belum mengenal dirimu. Sekedar bisikan darimu sore itu. Ketika kamu ditandu oleh wanita yang bukan aku. Kamu berjalan, tertatih, terjatuh dan akhirnya mampu bangun lagi.

Lelakiku, aku ingin menulis tentang kamu.
Tentang cerita kecewamu karna masa lalu. Ketika impianmu terhempas oleh kesalahanmu. Cerita yang tidak pernah lengkap aku dengar dari bibirmu. Cerita yang baru kau ceritakan setelah kupaksa terlebih dahulu.

Lelakiku, aku ingin menulis tentang kamu.
Tentang mata sayumu di sore itu. Seorang perempuan yang bukan aku yang kamu kagumi dari ceritamu. Perempuan baik hati yang mampu mengerti dirimu. Meskipun tak bisa lagi kulegakan telingaku, tapi aku harus. Aku harus berpura-pura mampu.

Lelakiku, aku ingin menulis tentang kamu.
Ada apa sayang? Takutkah kamu kepada pusaran kenangan yang membawamu ke masa lau, ke masa itu, bersama wanitamu yang bukan aku. Juga beberapa jejak penyesalan dimata sendumu. Dibalik kelopak mata yang tidak bisa kau tutupi dengan tawamu, aku melihat ada rindu disitu.

Lelakiku, aku ingin menulis tentang kamu.
Dibalik gelap matamu, aku memergokimu kamu tersenyum sendiri. Sebuah doa yang kau lantunkan dalam hati. Seakan kau akan rentangkan tanganmu selabar mungkin kitaka sewaktu-waktu dia datang dalam mimpi. Dan hingga pada akhirnya sudah tidak ada lagi satupun hal yang kau sesali.

Lelakiku, aku ingin menulis tentang kamu.
Jika lidahmu terlalu kelu dan tidak mampu untuk mengucapkan kata rindu. Sampaikanlah saja padaku. Tidak apa-apa sayangku, aku tahu. Itu masa lalu. Meskipun perempuan itu bukan aku.

I'm fine, thank you :)

Laki-Laki

Laki-laki yang kuat bukan laki-laki yang tidak terbatuk menghisap puluhan rokok setiap harinya. Laki-laki yang kuat bukan laki-laki yang bertubuh kekar ataupun berjambang sangar. Laki-laki yang kuat adalah laki-laki yang tidak menyerah saat pilihan tidak mudah.

-unknown-

Friday, June 17, 2011

Album

Aku membuka lembaran album lamaku. Membaca-baca tentang yang dulu. Aku tersenyum lucu. Mengingat masa lalu. Yang awalnya kukira semua sudah tentu.

Aku membuka halaman baru. Mencoba menulis sesuatu hal yang seru. Menulis tentang orang-orang baru yang mungkin bisa kujamu. Ah, malah menjadi sesuatu yang tabu.

Aku membuka halaman dua puluh satu. Cerita tentang dia dan aku. Cerita pendek yang sudah berlalu. Nyanyian-nyanyian mimpi yang terdengar merdu.

Aku membuka halaman rindu. Kisahku. Tentang aku, dia, atau kamu. Yang bercampur menjadi rancu. Juga sedikit goresan-goresan berwarna biru.

Aku membuka halaman satu. Kembali lagi kecerita yang dulu. Tentang cerita hidup yang semu. Dan menimba harap suatu hari akan menerima seorang tamu. Tamu yang satu.

Aku berhenti dan menutup albumku.

Kukira aku tidak memerlukannya lagi. Untuk apa kusimpan? Untuk membantuku mengingat masa lalu? Melihat luka-luka itu? Mendengar bisikan mimpi yang tidak perlu?

Kunyalakan lampu kamarku. Awan sore yang mulai meredup. Cukuplah untuk memberi cahaya baru. Kudengar dering telepon genggamku. Kamu sudah menunggu didepan pagar kos-ku.

Segera aku berlari mengambil kunci kamarku, membuka pintu dan ingin segera menemuimu. Melihat wajah barumu. Aku tersenyum tersipu. Kamu membalas kaku.

Sore itu. Menjadi sore dengan waktu terpanjang dalam sejarah hidupku. Hanya ada aku dan kamu. Saling bergandeng dan menggenggam tangan seakan tidak mau ada yang pergi atau berlalu. Tidak peduli dengan waktu.

Sore itu. Aku dan kamu. Satu.

Sore itu. Kamu memberiku album baru. Aku tersenyum malu-malu.

Bukan Majas

Bukan salahmu jika aku menangis, bukan salahmu pula jika aku terluka. Tenang saja, sungguh semua bukan salahmu.
Aku yang salah. Aku yang terlalu peka. Aku berimajinasi terlalu jauh. Aku takut semua tidak akan baik-baik saja.
Aku yang salah. Aku terlalu berlebihan. Memang hatiku yang terlalu cupu menerima fakta. Sungguh memang benar hatiku sempit.
Bukan aku tidak suka. Mau apa?
Bukan aku tidak suka. Bagaimana?
Bukan aku tidak suka. Aku bisa apa?
Aku tidak tahu benar mana yang benar dan mana yang tidak. Aku tidak mahir menebak-nebak.
Satu,
Dua,
Tiga..
Ah, kubenamkan mukaku di tempat tidur sejenak. Menabung sakit. Mengubur pahit.
Membiarkan bantalku berbercak. Berbekas air mata senduku. Berbekas rasa cemburu. Ingatmu. Masa lalu.
Berelegi.
Ironi.
Berpemandangan waajah terpejammu mendengar iringan menyayat hati. Tenanglah, akan aku simpan sendiri. Sudah cukup banyak sajak yang kau beri.
Semua terjadi begitu saja. Bukan kehendakku ataupun kamu. Hanya masalah waktu. Dia yang lebih dulu.
Adakah dia ceritakanmu seperti ceritamu padaku?
Berbalut doa kau memeluk dia. Aku tersenyum, hatiku pahit. Aku tersenyum melihat kamu tersenyum, hatiku sengit. Memandang kosong langit-lagit sudut kamar. Bukan melamun, sekedar mengingat sekumpulan rangkaian pertamamu.

Aku sakit.
Sedikit..

Friday, June 10, 2011

That Scar You've Made

Aku bukan orang yang pandai menghitung dosa. Aku bukan orang yang bisa berselingkuh dengan diriku sendiri. Aku bukan orang jenius yang mampu menata perasaan alphabetis. Aku ceroboh. Sangat ceroboh.
Sudah berapa gelas dirumahku yang terpeleset dari telapak tanganku. Sudah berkali-kali aku lupa mematikan lampu. Seringkali pula aku lupa siapa nama teman-temanku. Aku ceroboh, aku mengiring orang yang belum saya kenal benar. Mengikutinya berlari hingga terseret-seret.
Nah, benar kan? Aku temukan banyak luka di kakiku, juga ditanganku, dan disekitar wajahku. Lalu dia menyambut dengan lembaran-lembaran dusta mendongeng dengan indahnya. Aku terlelap. Aku tertidur.
Ternyata ratusan malam kulewati sia-sia saja. Dia membangunkanku dengan air keras. Menampar dan membanting harga diri. Apa dayaku? Apa aku mampu membalas? Ternyata tidak. Aku menemukan diriku sudah penuh dengan bekas luka, sudah sembuh memang. Tapi bekasnya sungguh sangat mengganggu. Goresan-goresan cokelat tua juga rangkaian kain suci yang menutupinya.
Coba saja aku berjalan sendiri pada saat itu. Tidak akan ada bekas-bekas laknat itu. Aku menghina diriku sendiri dengan keinginanku. Aku mencaci dan meludahi kepalaku sendiri.
Aku menyesal. Iya sungguh aku sangat menyesal. Kenapa harus denganmu? Kenapa harus bergandeng dibelakangmu?
Kulihat deretan angka di kalender mejaku. Aku tidak mampu menghitung sisa usiaku. Sedangkan aku belum mampu pula menghilang bekas-bekas itu. Bagaimana kalau sudah habis waktuku?

Luka-luka itu tidak bisa dinamakan cinta, sayang..

Thursday, June 09, 2011

Have You Ever..

Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang dengan waktu yang sangat singkat. Ditempat dimana seharusnya memang pertemuan-pertemuan singkat terjadi dan terhenti oleh terbitnya matahari. Berkawan asap dan dentuman yang memekik telinga. Memijak dengan kaki berjinjit, berpeluk dingin ruangan, bersolek sia-sia. Merekah iri pasangan tak berjarak. Berobat tawa dan rangkulan senyum sahabat.

Pernahkah kamu berada di tempat orang kaya membuang keringat untuk sekedar dikeluarkan melalui kerongkongan. Tempat yang seharusnya terlalu mewah untuk seorang yang masih memanja papa mama. Mengadakan alasan untuk merogoh lembaran-lembaran uang saku satu bulan. Ditempat seharusnya kamu tidak berada namun bertemu bahagia. Bertemu cassanova, atau topeng-topeng berwibawa.

Pernahkah kamu membawa pulang mata tajam untuk disimpan. Juga sedikit luka bakar kecerobohan disekitar lutut kanan. Rasa bersalah akibat kebodohan. Tidak tertidur dan tetap terjaga semalaman. Berbingkai bayangan hitam dibawah mata juga kepala berbeban.

Pernahkah kamu menunggu sesuatu yang sempurna. Atau hampir mungkin. Sesuatu yang telah dipahat, hampir sempurna. Goresan goresan kecil yang tidak terlalu mengganggu buat terduduk menggenggam telepon genggam tersipu. Atau mungkin menunggu lelaki yang telah kau titipkan kedua matamu dihatinya? Menunggu hanya untuk sekedar mencium bahunya yang tepat berada dalam satu garis vertikal dengan hidungmu. Juga ingin sedikit menyandarkan kepala beratmu diujung bahunya. Merapat dengan detak jantung, mendengar dan menikmati pompaan darah mencuri degup milikmu. Berharap jarum jam tidak berjalan kekanan. Mengumbar mimpi dan kata-kata klise. Melempar pandang dan mencuri nafas melewati sudut bibir.

Pernahkah hal-hal tersebut membuatmu merasa seperti merasa memiliki romansa film Korea dan berterimakasih atas hela senyum dan tawa bersamanya?

Pernahkah kamu?
Aku pernah..

Euforia

Sudah lelah aku meredam mukaku yang memerah kesal, marah. Diawal pekan dimana aktifitasku belum kutunaikan juga. Bukan malas, bukan tidak mau. Hanya memang prosedurnya seperti itu. Kurapikan emosiku, kutata dan kususun di sudut rak yang telah kusiapkan. Aku sudah terikat tanggung jawab.
Kemarin, tiga malam yang lalu aku bukan satu-satunya orang yang mengeluh jenuh. Aku mencoba mengingat menghitung usiaku, ternyata memang sudah merapuh.
Malam ke empatku kali ini dengan berat hati aku akan melalui hal yang sama dengan beberapa malam kemarin. Ah, apa-apaan?
Kucoba meraih telepon genggamku mencoba mencari sahabat yang mampu menemaniku mencaci bulan tersenyum.
Lima menit.. Sepuluh menit.. Tiga puluh menit..
Ah!!!
Malam ini masih remaja, masih kuat untuk mengangkat senyum teman-temannya.
Terlalu lama aku berselisih dengan waktu, berlomba lari dengan malam. Aku tak ingin membagi tugas lagi.
Bukan lagi tentang batas kewajaran, aku sudah lelah. Kuinjak pedal gas si Bemby kesayanganku mencari semacam tawa atau semacam pijakan lompat dan berdansa.
Kutunggu,
Lima menit.. Sepuluh menit.. Tiga puluh menit..
Ahaaaa! Kutemukan sahabat lamaku, bersapa senyum dan basa-basi apa kabar kuhampiri mereka. Kurasa mereka cukup menjadi teman euforiaku. Bercerita hari-hari yang kulewatkan tanpa kehadiran mereka. Tertawa, menggoda.
Entah mengapa saat itu lampu bersinar lebih terang dari matahari, mataku berkunang? Atau mataku berkabut? Atau memang sangat terang?
Tanganku berkeringat, seperti biasa. Berjabat basah. Berlalu.
Teman lama, teman baru. Lengkaplah sudah! Berkas emosi yang kusimpan tadi sudah melapuk. Biarlah, kubersihkan esok hari.
Basa-basi, menyapa, menggoda, mengerling, berkedip.
Aku-dia. Kamu-yang lain. Lucu!
Euforia sempurna.
Berakhir kecupan klise dan senyum meragu. Entah semuanya begitu terasa benar..

Relatif

Apa aku salah jika aku tidak memiliki jawaban ilmiah tentang beberapa pertanyaan :

Mengapa aku lebih suka menggunakan kaos polos daripada baju-baju manis yang biasa membingkai tubuh mungil seorang gadis?
Mengapa aku lebih suka warna-warna netral seperti hitam, putih, coklat, atau abu-abu?
Mengapa aku suka wangi-wangian yang manis seperti coklat atau vanilla?
Mengapa aku membenci makanan lembek seperti bubur atau cream soup? Padahal mereka bilang makanan itu begitu memanjakan lidah mereka.
Mengapa aku sangat menyukai buah pisang?
Mengapa aku tidak mampu mengendarai mobil dengan menggunakan alas kaki?
Mengapa sangat sulit bagiku untuk bisa mengatur keuanganku?
Mengapa aku bisa terlihat begitu tidak bersahabat terhadap orang-orang baru?
Mengapa aku sulit untuk berada di lingkungan baru?
Mengapa aku tidak bisa menyimpan segala unek-unek dan pikiran dalam benakku?
Mengapa aku begitu mudah marah, menangis, dan tertawa? Sedangkan aku begitu sulit memaafkan orang yang kubenci?
Mengapa aku begitu mudah menerima ajakan orang lain?
Mengapa aku sulit menolak keinginan orang-orang terdekatku?
Mengapa aku membenci perempuan-perempuan plastik?
mengapa aku merasa tidak nyaman berteman dengan orang-orang yang tidak memiliki selera musik yang sama denganku?
Mengapa aku suka tidak peduli dengan lingkungan sekitarku?
Mengapa aku begitu keras kepala terhadap nasihat-nasihat yang telah diberikan kepadaku?
Mengapa aku suka berbicara dengan bayanganku sendiri di cermin?
Mengapa aku begitu sulit untuk mengingat nama, kejadian, atau hal-hal tertentu?
Mengapa aku mau menerima orang yang belum lama bahkan sangat baru aku kenal?
Mengapa aku memilih kamu? Bukan bersama dia atau yang lainnya.
Mengapa aku sangat kesal ketika kamu tidak mengirimiku pesan atau sekedar memberi kabar?

Coba tanyakan beberapa pertanyaan anomali tersebut kepadaku dan aku akan menjawabnya sesuai dengan suasana perasaanku pada saat itu. Mungkin kamu akan menemui jawaban-jawaban yang berbeda di setiap waktunya. Bukan aku berbohong, sungguh. Tapi memang pertanyaan-pertanyaan tersebut relatif. Semua tergantung siapa yang bertanya, dimana dia akan bertanya, pada saat apa dia bertanya, atau dengan siapa saya ketika dia bertanya. Banyak pilihan.

Ya memang, hidupku memang serba anomali. Semua tergantung dari apa yang mereka berikan kepadaku. Terdengar egois memang, ya tetapi meamng begitulah aku, bersahabat dengan teman terbaikku. Sahabatku terbaikku ketika aku tertimpa masalah, mereka adalah telapak tanganku. Iya, kedua telapak tanganku. Karena ia mampu menutup telingaku saat aku mendengar teman-temanku berbicara hal-hal buruk tentangku dibelakangku. Karena ia mampu menutup mataku ketika aku melihat orang-orang yang membuatku kesal, marah, sakit hati dan menangis. Karena ia mampu menutup mulutku ketika aku ingin mengumpat mereka, membalas kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut mereka.

Benar kan apa kataku tadi?
Memang hidup macam yang kujalani ini belum kutemukan jawaban ilmiahnya.
Semuanya relatif..

Saturday, June 04, 2011

Ironi

Kemarin, baru saja aku melihatmu berpeluh. Bukan karena terik matahari, bukan ulah angin panas di Jogjakarta. Iya, aku melihatmu berpeluh. Melalui celah tembok yang menjadi batas. Sekedar mengintip melihatmu tertawa bermain dan berlari. Bermain dengan duniamu, melihat dan mempelajari satu persatu. Bagaimana aku harus mengatasi situasi memang tidak selalu menjadi seperti yang aku ingini.
Memang sedikit sulit untuk dimengerti. Akan kamu dan dunia imaji. Aku memang mulai terbiasa dengan kehadiranmu, tapi aku juga tidak bisa menyajikan yang indah-indah saja. Ada kalanya aku memintamu ini dan itu, hal yang kamu tidak mau. Aku hanya mngerucutkan ujung-ujung bibirku dan alihkan pandanganku.
Kamu pergi. Bukan tidak suka, hanya menyenangkan anak perempuan manja yang sudah terlanjur mengalung di punggungmu.
Begitu banyak cerita yang mampu kuukir di dinding otakku. Meskipun terkadang suaranya menderit mengiris telinga. Tentang cerita dini hari kau katakan kamu suka aku, cerita kucing-kucingan dengan sahabatku, cerita cemburu ketika kulihat selembar foto wanita yang masih kau simpan di dompetmu juga caramu membungkam mulutku yang tidak mampu menahan umpatan cemburuku.
Aku suka ketika aku tertawa melihatmu terdiam pasrah akan ulahku.
Aku suka ketika aku tidak mampu berbicara di malam hari karena tatapanmu.
Aku suka ketika aku tidak mau ada jarak ataupun batas antara aku dan kamu.
Aku suka ketika kamu bertanya "Siapa kamu?"
Hingga pada suatu hari aku menemui batu sandung. Kecil memang, tidak terlihat. Akupun tidak yakin apakah sudah rabun mataku atau memang seperti itu. Aku melihat, mencoba merasa dan meresapi juga membaca.
Disudut matamu bertuliskan akan sesuatu yang baru tentang kamu yang tidak ingin diganggu..

Friday, June 03, 2011

Love Bird

Bukan melankolis, bukan cerita cinta.
Aku selesai menulis beberapa goresan tentang kamu yang kusembunyikan dibawah meja belajarku. Sebuah tanda ketika aku bisa menerimamu.
Satu minggu. Bukan waktu yang cukup untuk aku mampu mengenalmu. Tapi satu minggu kamu menggeledah isi otakku. Meneliti dan menganalisa tentangku dan membuat formula baru. Mendidih. Menguap. Ada asap diatas kepalaku. Ya memang begitulah otakku.
Masih terlalu lugu aku akan hal-hal baru, orang-orang baru juga suasana baru.
Aku.. Aku..
Sudah kuhitung berapa banyak candu yang menggelayut di kakiku. Memaksaku menyeret tentang cerita masa lalu yang sungguh ingin kutendang jauh. Hanya saja entah mengapa kamu masih saja sudi menungguku berjalan terseret. Oh atau mungkin aku berhasil berpura-pura mampu berlari cepat.
Tidak seperti sebelumnya, bukan cassanova, bingkai sederhana.
Hatiku menjadi sombong! Sangat acuh. Ia tidak peduli dengan apa kata logika. Ia tidak pernah bisa menolak untuk menjamu perasaan senang dan bahagia ketika bertemu lawannya.
Bukan melankolis, bukan puisi cinta.
Umpatan yang berakhir tawa. Selalu berhasil mengikat syaraf bahagia. Begitulah adanya. Manis-manis saja yang kurasa, bukan apa-apa hanya saja aku ingin merasa bahagia. Terkasihi dan mangasihi. Selayaknya aku bisa cemburu dengan istri kakakku, seperti aku kesal dengan pekerjaan sibuk ayahku, juga dering ponsel ibuku yang mengganggu. Dan sekarang aku bisa marah ketika kamu tidak ada waktu.
Bukan waktu yang lama untuk bisa memberi, tapi apa daya. Satu sangkar telah mengurung kami..
Memang seperti ini adanya, bukan melankolis, bukan cerita cinta.
Jarak dan waktu yang tidak membatasi kita :)

Satu - 1

Cermin berbingkai kayu itu menjadi saksi bisuku. Berbicara dengan bayanganku menjadi rutinitas harianku. Aku dan aku. Selalu saja begitu.
Kugosok rambutku dengan sisir kayu, agar aku terlihat cantik. Kupakai baju terbaikku, aku ingin menjadi perhatian. Sekali ini, hari ini.
Sebelum kuselipkan kakiku pada sepatu cantik pemberian ibu aku menghela nafas dan berdoa dalam hati. Hari ini saja, aku mau hidupku berarti.
Kuraih tas jinjing kesukaanku. Langkah kaki pertamaku di pagi ini haru bisa membawaku ketempat dimana aku bisa wujudkan mimpi.
Kususuri jalan-jalan berbatu didepan rumahku, aku berjalan saja. Tidak tahu harus kemana dan harus bagaimana. Akupun juga tidak akan takut tersesat ditengah jalan nanti, aku mengenal kota ini. Kota kejam, kota jahat, yang menyiksaku setiap hari. Kuhirup aroma matahari pagi, mendengar tetesan embun samar. Entah mengapa hal-hal tersebut membawaku begitu bahagia.
Kehentikan langkahku saat aku melihat ada kedai kopi kecil disudut jalan yang tidak terlalu ramai. Mungkin pagiku akan sempurna dengan aroma kopi, pikirku. Aku berjalan mendekat dan tersenyum simpul ketika aku melihat tulisan "Open 24 Hours". Sempurna..
Kedai kopi itu masih sangat sepi hanya ada dua orang waiter dengan mata memerah. Mungkin dia menjaga kedai kopi ini sejak larut malam tadi. Dengan nada menyeret mereka mengucapkan selamat datang kepadaku dan memberikan daftar menu sambil tersenyum. Aku tidak perlu menu itu. Aku sudah tau apa yang ingin kupesan. Kukembalikan daftar menu itu kepada waiter tersebut. Espresso. Aku ingin espresso.
Sambil menunggu espresso ku datang aku bermain dengan imajinasiku, aku membayangkan tentang hal-hal apa yang akan kulakukan hari ini. Aku ingin bertemu dengan orang-orang baru, aku ingin berkenalan dengannya, aku ingin jalan-jalan dengannya, aku ingin teman..
Seorang pria bertubuh tegap memasuki kedai kopi yang kukunjungi. Ia memilih tempat duduk di sudut ruangan, dimana aku bisa melihatnya dengan jelas. Pria tampan, dan ia tersenyum padaku.
Espresso ku datang, temanku datang.

to be continued...

Monday, March 21, 2011

Dua Puluh Satu Abu-Abu

Hari ini abu-abu. Aku menaruh rindu, berbalut sendu, inginkan kamu.
Abu-abu, ketika hitam dan putih beradu.
Ketika mereka tidak tahu harus berpisah atau tetap menjadi satu.
Aku menjadi abu-abu ketika kamu berlalu beberapa hari yang lalu.
Menyesal, meratapi mengapa harus secepat itu.
Sesak, mengapa harus denganmu.

Aku ingat malam bersamamu. Malam abu-abu.
Berawal dengan jabat tanganmu, aku malu, kamu juga begitu. Disambut dengan tawaran sahabatku, aku mau tapi aku malu. Kuberanikan diri untuk maju. Tidak mampu untuk menyentuhmu. Lidahku kelu, lagi-lagi aku malu dengan abu-abu.
Rumit untuk bersamamu, apakah aku mampu? Aku belum tahu.

Aku ingat malam bersamamu. Malam dua puluh satu.
Dua puluh satu kupu-kupu terbang dijantungku. Dua puluh satu pesonamu meracuniku. Penuh sesak tapi yang kurasakan hanya satu, kamu. Kakiku mulai berani melangkah mengikutimu. Kamu pun juga begitu, tak mengenal lelah mengantarkanku.
Sulit untuk bersamamu, apakah aku mampu? Itu yang ingin kutanyakan padamu.

Aku ingat malam bersamamu. Malam dua puluh satu abu-abu.
Malam dimana aku semakin menaruh harap akanmu. Aku sendu? Memang begitu. Karena kamu.
Aku ingat malam bersamamu. Malam dua puluh satu abu-abu.
Aku ingat pada setiap detail bersamamu, meski kamu tidak tahu. Aku tidak peduli dengan hal itu, yang jelas aku bahagia ada kamu didekatku.
Aku ingat pada setiap detail bersamamu, meski otakku terbelenggu. Aku tidak peduli dengan hal itu, yang jelas aku menikmati bibir kita bertemu.

Dan kini aku masih melihat kamu dengan abu-abu. Masih sama dengan malam itu, masih saja mempesonaku. Masih mampu membuat detak jantungku menjadi rancu.
Dan kini aku semakin mengecap abu-abu. Mengingat rasa beberapa malam yang lalu. Rasa rindu yang menggebu-gebu.

Sejak bersamamu, aku suka dengan abu-abu..

Friday, March 18, 2011

Traumatic

Aku bertanya dalam hati. Mencoba menebak dan mengira-ngira tapi aku gagal. Aku tidak berhenti dan putus asa, aku ingin mencari banyak hal yang lebih. Hanya sekedar ingin mengenalmu lebih dekat, lebih dalam. Aku belum berhasil untuk membuat suatu kesimpulan. Teman, teman dekat, sahabat. Masih saja seperti itu. Masih saja belum bisa menjadi lebih dekat, lebih dalam. Belum! Aku belum putus asa. Aku masih saja meracau dan mengigau berharap sesuatu yang baru, yang menjadi sebuah isi dari asa.
Kucari cara untuk mampu baca pikiranmu, semuanya.
Dan kini aku tahu semua. Satu kata, trauma.
Sesalkan masa lalu yang ada. Berbalut luka kamu mampu untuk mundur dan mengalah. Masih terluka, aku tahu batinmu berdarah.
Akupun juga tahu kamu belum menemukan obatnya.
Aku tarik nafas panjang, ternyata aku juga sedikit terluka. Sadari karena hanya waktu yang mampu hapus meskipun ribuan hari kau telah berusaha bertahan namun masih tertahan.
Tertahan, terhalang oleh tembok besar yang kau bangun sendiri dari sisa puing perasaan. Yang semakin menguat dengan penyesalan. Telah menjadi waktu yang terbuang sia-sia saat kau bangun batas itu, sangat disayangkan.
Menunggu, kamu mampu hancurkan sendiri batas itu. Aku akan membantu jika kamu mau. Tapi aku tidak mau mengganggu. Aku tau batas privasimu.
Aku benci, ketika aku terbangun aku ingat tentang masa lalu. Bukan masa laluku. Tapi punyamu. Ikut menyesal dengan apa yang kau sesalkan.
Pernah aku berjanji sendiri agar tak terulang lagi.
Tapi hanya kamu yang sanggup membantuku wujudkannya. Apa salahnya kita saling membantu. Mungkin kamu juga bisa membantu kerja otak dan jantungku menjadi sehat kembali?
Sungguh aku tidak ingin peduli dengan traumamu. Namun sayang aku menjadi orang terdekat dengan trauma itu.
Sial, aku menulis ini, dan aku sadari jantungku berdegup cepat lagi..

Monday, March 07, 2011

Messing Hair. Mine and Yours

Cerita tentang suatu malam panjang. Malam riang. Malam senang. Malam tanpa hati gersang.

Hari itu, pagi itu.
Kubuka mataku dan menimba harap. Kubuka hatiku agar tidak menjadi pengap.
Hingga tengah hari aku masih berharap. Tidak ada. Kamu tidak ada. Jantungku semakin memompa darahku dan katakan "Ayo, kamu mampu!". Langkah gontai berawal dari waktu itu, kurasakan perasaanku semakin menderu. Membiru haru teriakkan namamu, lukiskan mata itu. Masih tercetak mulus diingatanku tentang kamu. Tentang hangat jemarimu menggenggam malu tanganku yang memanas. Iya, aku panas. Rasakan darahku yang tak mampu mengedarkan ke seluruh penjuru. Lagi-lagi kuingat hal itu. Lagi-lagi aku kalah akanmu. Aku kalah, aku tak sanggup menahan ingat nafasmu berderu.

Hari itu, sore itu.
Kubuka ponselku. Gerakkan jariku. Tentang kamu. Aku mau.
Kabar iya dari sahabatku. Kabar iya tentang malam nanti akan bersamamu. Aku mau.
Tersenyum, tertawa, tunjukkan deretan gigiku tanpa malu. Mungkin teman-temanku menganggap aku sudah sedikit dungu. Kubiarkan saja, daripada nanti aku bergeming dan menangis pilu. Kubiarkan saja, yang penting malam ini aku bertemu. Kubiarkan saja, agar aku bisa berlatih tidak kaku didepanmu.

Hari itu, malam itu.
Akhirnya datang waktu itu. Momen yang sangat aku dambakan semenjak beberapa hari yang lalu. Momen yang menjadi berbeda atas hadirmu. Momen istimewa, aku dan kamu. Ada mereka, namun aku hanya berseru "Ini malamku."
Berteman angin, berkawan mendung, bersahabat dengan hujan. Seakan tak izinkan aku merasakan. Halo angin, mendung dan hujan! Kalian pikir kalian mampu mengujiku dan biarkan hatiku ikut berawan? Ternyata tidak, justru kalian sangat berperan. Buatnya sungkan dan aku sangat berkenan.

Hari itu, malam itu.
Aku semakin rasakan jantungku tidak bekerja dengan normal namun sungguh aku tidak peduli. Persinggahanku seakan mengertiku dan tak izinkanku tinggal. Biarkanku berbalut dekat denganmu. Refleksi beberapa malam yang lalu, masih sama. Kamu masih mampu buat jantungku tidak bekerja dengan baik. Berantakan. Iya, aku deg-degan. Bau tubuhmu tak membiarkan diriku untuk meninggalkannya. Aku tak mampu istirahatkannya. Hanya berpura-pura.

Hari lain, pagi baru.
Aku jatuh cinta..

Sunday, March 06, 2011

Malioboro (Me Version)

Malioboro.
Ketika harap dengan sempurna telah meresap. Tentang asa, tentang harap akanmu.
Aku malu, aku kaku, aku kikuk. Malioboro hanya tersenyum lucu. Tertawakanku akan tingkah konyolku.
Malam itu, malam malioboro. Diiringi pemusik jalanan nyanyikan lagu sendu. Menyindir melihatku bermata sayu. Malu-malu.
Kukibas rambutku, kuikat dia. Mungkin mampu menarik hatimu?
Kugerakkan lidahku, sampaikan hal-hal lucu. Mungkin buatmu tersipu?
Kubuang nafasku, menghela tawa. Mungkin kamu akan ikut tertawa bersamaku?

Malioboro.
Bukan malioboro biasanya. Mengapa? Karena kamu ada.
Bukan malioboro biasanya. Mengapa? Karena aku tertawa, kamu ada.
Bukan malioboro biasanya. Mengapa? Karena aku mau kamu ada.

Malioboro malam pertama.
Bukan malam panjang yang dilewati sepasang suami istri seusai mengucap ikrar sakral.
Tapi malam pertama saat kurasa jantungku menjadi sangat hiperaktif dan nakal. Mendobrak dada, hampirimu dan memaksa untuk lebih mengenal.
Dekat, sangat dekat, tanpa sekat.

Malioboro.
Pagi, siang, sore, ataupun malam tak pernah kekurangan pelanggan. Pelanggan yang membeli persabatan, pelanggan yang menjalin kekeluargaan, pelanggan saksi kebrutalan, pelanggan yang mencicil rasa kagum dan menabungnya hingga sanggup menyentuh perasaan
Banyak pelanggan! Tapi yang kurasa hanya satu kepastian, tentang kamu yang mampu buat hatiku melumer perlahan.

Malioboro.
Saksi abadi tentang cerita curi-curi pandang dan deg-degan.
Saksi aku dan kamu. Mencuri harap agar tidak pernah terlambat tercipta kata "kita". Mencuri harap agar nantinya tidak menjadi berasap. Mencuri harap semoga rasaku tak lagi menguap. Aku siap! Aku siap menentukan sikap. Akan angan yang selama ini menjadi tabu, namun aku mau. Melepas tawa mengikat rasa saat keempat kaki kita berderap tegap.

Malioboro. Malioboro. Malioboro.
Malam ini kamu sendiri. Kehilangan sebuah hati yang bernafas harap. Sesak.
Sesak hingga beriak. Beriak harap. Beriak rindu. Beriak angan olehmu.
Angan dengan bodohnya inginkanmu tanpa jemu. Aku mau, aku mau, aku mau.
KAMU.

Malioboro (Adinda Version)

Malioboro.
Aku bertemu dengannya disini, pertama kali, di Malioboro.
Tak banyak yang terjadi. Hanya sejumput senyum yang mengambang tanda segan.
Aku bertemu dengannya disini, pertama kali, di Malioboro.
Tak banyak yang terjadi. Hanya persamaan rasa atas karya hasil waktu. Aku menarik, dia menyambut. Aku melepas, dia merajuk.

Malioboro.
Aku bertemu dengannya disini, pertama kali, di Malioboro.
Banyak yang sanggup diingat. Dimensi waktu mampu mengukirkan memori indah pengisi harap. Aku bertemu dengannya, pertama kali, di Malioboro.
Banyak yang sanggup diingat. Tajuk rindu yang mulai menghinggapi saat pikiran menghantarkan perasaan ingin ulangi lagi.

Malioboro.
Aku bertemu dengannya disini, pertama kali, di Malioboro.
Aku menabung harap. Harap yang memaksa diri melakukan gerak, yang ketika kuikuti nyatanya tertuju padamu.
Aku menabung harap. Harap yang mengairi hati dengan ingatan tentang kamu. Hanya kamu. Tanpa banyak tanya.

Malioboro.
Aku bertemu dengannya disini, pertama kali, untuk kesekian kali, di Malioboro.
Sudah lebih dari sekali. Namun masih seperti pertama kali.
Aku bertemu dengannya disini, pertama kali, untuk kesekian kali.
Meski tak banyak yang terjadi, ada banyak yang sanggup diingat saat aku menabung harap untuk bertemu lagi, disini, pertama kali, yang untuk kesekian kali, di Malioboro.


60311
adinda, untuk kamu yang menabung harap, bertemu dengannya lagi, pertama kali, untuk kesekian kali. :)

Wednesday, March 02, 2011

GASPN

Proses perjalanan hidup. Menangis, bahagia, menangis, dan berakhir diam bersatu dengan alam.
Proses perjalanan hidup. Pertemuan, perkenalan, pertemanan, persahabatan, pertemanan, dan berakhir dengan dua opsi bercinta atau tetap menjadi kawan.
Kuresapi setiap perjalanan hidupku meski belum mencapai akhir, jangan dulu. Aku masih menikmatinya.
Bertemu denganmu. Apakah suatu proses dalam perjalanan panjangku?
Sebentar, aku akan melupakan sejenak tentang kata cinta. Aku hanya akan menggunakan egoku untuk kali ini, ego dan perasaan yang selama ini banyak orang sembunyikan demi mendapatkan suatu gengsi.
Aku pernah merasakan hal serupa sebelum aku bertemu denganmu, dengan sesosok pria mengagumkan dengan balutan pesona disetiap derap langkah kaki jenjangnya.
Sesosok pria yang memperlakukanku dengan sangat baik, teramat sangat. Korbankan nafas dan keringatnya hanya untuk sejenak biarkan sudut bibirku mendekat ke tulang pipi.
Menangis, itu hal terakhir yang aku lakukan untuk mengenangnya saat itu, saat semua sudah tak lagi bisa kuulang dengan waktu. Sudah berupaya aku untuk menemukan sosok yang mampu mengganti, namun berakhir nihil.
Aku tau, semua hanya masalah waktu, aku tau semua hanya masalah egoku. Apakah aku masih mampu menurunkan egoku untuk sekedar membiarkan hati bicara atau tetap biarkan egoku semakin mengeras. Tutup hatiku untuk sekedar belaian hangat di rambutku.
Aku tidak pernah tahu apakah aku mulai bisa membuka mata saat aku bersamamu, yang jelas lagi-lagi aku menikmatinya. Waktu yang menyenangkan. Saat aku bisa katakan jangan kena air hujan. Saat mataku hanya berbisik melontarkan. Saat telingaku senang untuk mendengarkan. Saat jangtungku melompat girang ketika kau balas cubitan. Saat bahuku kau jadikan sandaran.
Aku berusaha melawan segala perasaan karena mungkin itu hanya sekedar kekaguman. Takut terjatuh lebih dalam dan aku tidak bisa kembali selamat.
Berbayang semu kuingat waktuku denganmu. Singkat namun banyak hal kudapat.
Kuingat saat tanganmu menjabat, menggandeng, memeluk erat.
Kuingat saat bahumu mendekat.
Kuingat saat matamu memandang manja buatku rasa terikat.
Mobilku membisu seakan tak mau mengganggu saat kita dekat.
Pekat.
Hatiku pekat saat kamu teringat.
Jantungku melompat tak mau beristirahat.
Otakku ingatkan dirimu tak lelah akan penat.
Tubuhku rasa lelah tapi tetap kurasa sehat.
Aku, kamu.
Aku mau lagi..

Monday, February 28, 2011

Klise

Kali ini aku akan menuliskan sesuatu yang klise. Sesuatu yang setiap orang pernah alami. Sesuatu yang sudah sangat lumrah terjadi. Sesuatu yang aku rasakan saat ini.
Aku tidak tahu kapan ini terjadi atau mengapa hal ini terjadi. Bukan kesengajaan yang menjadi suatu elegi. Namun satu hal yang aku sadari, bahwa hal ini yang membuat aku berdiri.
Kemarin, baru saja aku alami satu hal yang sangat aku tidak harapkan. Hal manyakitkan dan membuatku ingin akhiri. Aku sendiripun tak pernah tau apa yang membuat aku bisa bertahan dengan kondisi seperti ini.
Aku rasa lagi semua. Saat aku tertawa bahagia dan bertindak seakan gila. Aku, kamu. Bodoh, sangat bodoh kuingat hal itu. Sesuatu yang seharusnya tidak aku jalani, untuk saat ini, hari ini.
Dengan bodohnya aku berteriak girang ketika ponselku berbunyi, bodohnya aku tak jadi tertidur menanti hal tersebut terjadi lagi.
Aku, kamu. Kamu, aku.
Kapan lagi? Aku tidak pernah tahu.
Apakah mampu? Aku juga tidak tahu.
Aku hanya menikmati saja bagaimana jantungku menari dahsyat.
Ah, aku seperti anak SMP lagi. :)

Aku, kamu, kapan lagi?

Sunday, February 27, 2011

Hello and Goodbye

Pertemuan, suatu hal yang sangat lumrah terjadi dalam kehidupan kita. Terjadi karena tidak disengaja, tidak direncanakan, dan mengalir begitu saja. Perkenalan, proses kelanjutan dari suatu pertemuan. Kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Kesempatan yang seandainya pada saat itu kamu salah melangkah maka pertemuan hanyalah sekedar bertatapan muka dan sedikit cerita tentang curi-curi pandang.

Pertemuan itu, saat yang sebenarnya aku sendiri tidak rencanakan tapi sangat aku harapkan. Berawal dari cerita sahabat tentang betapa mengagumkannya dirimu. Penasaran. Iya aku penasaran tentang bagaimana kamu akan melambaikan tanganmu untuk sekedar menjabat tangan kotorku. Penasaran tentang bagaimana kamu akan tertawa terbahak dibalik pesonamu. Penasaran tentang caramu menyampaikan argumen refleksi otakmu. Penasaran apakah aku mampu menghiasi sedikit cerita dalam ruang hidupmu. Penasaran tentang bagaimana kamu akan memeluk erat pinggangku dan mencumbu hangat tengkukku.

Musik berdentum dan kamu masih malu-malu. Kau sembunyikan binar mata yang setiap laki-laki lemparkan kepadaku. Kurapatkan bahuku mendekat ke bahumu. Lagi-lagi kau hanya tersenyum simpul masih meragu. Gemas aku denganmu. Aku rasa ada yang berbeda. Jantung ini dengan bodohnya melompat girang saat tidak sengaja tanganmu sentuh tanganku. Apa yang sedang terjadi. Semakin ingin egoku taklukkan dirimu, berlutut dan memohon akan perasaan hatiku. Ah, mungkin aku akan menyerah saja.
Kuujar tentang kelelahanku sepertinya kamu mulai sedikit mau. Hembuskan hangatmu dibalik punggungku kau dekap aku. Bersembunyi dibalik harum rambutku dan mulai menggebu. Andai saja saat itu aku tidak sadar, aku akan memilih untuk tidak pernah sadar seumur hidupku.

Kau tuntunku seakan kau telah mengenalku sepanjang hidupmu. Bercerita tentang cerita hidupmu, kunikmati ketika kau buka katup kedua bibirmu dan ujarkan cerita lucu. Buatku rasa bersalah dan terus hantui hatiku. Lantas apakah aku harus berpura-pura untuk tidak tertarik padamu dan buang muka?
Lagi-lagi kau berusaha dekatkan bahumu dengan bahuku. Aroma tubuhmu menggoda gelitik rasaku. Kamu benar-benaar merubah dirimu sebagai ekstasi dan candu.
Syukurlah aku pembual yang lihai, tak akan kutunjukkan betapa bergejolaknya hatiku saat bersamamu. Celakanya aku tidak pernah bisa bohongi hatiku. Kamu berbeda, tidak seperti biasanya. Bukan laki-laki yang selama ini banyak kutemukan. Kau selalu biarkanku tertawa terbahak konyol dan nikmati setiap hembus angin malam ditulang rusukku. Biarkanku berada ditempatku dan berpura-pura tidak mau. Tempatkanku dan sanjung aku dengan gerak tubuhmu.

Dan kini kutulis posting ini saat kamu tidak lagi bersamaku. Entah dimana kamu dan aku merindu. Seakan telah puluhan tahun aku menyimpan ego dan tidak pernah kuucapkan. Tanpa salam perpisahan, tanpa jabat tangan terakhir, tanpa air mata. Karena aku memang berharap semua tidak berakhir, hanya mungkin menunda untuk cerita gejolak rasaku saat bersamamu.

Monday, February 14, 2011

Mature

Aku suka sekali ketika pantulan kaca berbisik jujur padaku bahwa sebenarnya aku tidak cantik seperti yang mereka katakan. Bukan seperti model-model foto yang dimiliki oleh teman-teman fotograferku. Tapi tunggu dulu, aku mungkin berbeda! Aku bisa berbicara.
Ups, semua orang juga pasti bisa berbicara, mayoritas. Tetapi aku bisa berkata tanpa harus memaksa lidah dan mulutku untuk berlari menuju otak untuk menggerakkan syarafnya.

Mataku bisa berbicara seolah lawan bicaraku akan mengerti dan mengiyakan mauku. Hidungku dapat berbicara dengan hembusan menggebu disetiap detiknya ketika aku bersamamu. Telingaku mampu berbicara dengan mendengar celotehan tentang cerita harimu. Rambutku mampu berbicara dengan aroma yang kau sukai, aku tau karena kamu selalu menciuminya.

Sekali lagi aku berbeda, karena aku tidak selayaknya wanita yang berada di kisaran umur yang seharusnya. Aku pernah tertempa dengan palu pahat yang sangat keras, aku pernah terasah oleh batu karang. Aku berlaku ribuan hari lebih dewasa dari umurku hari ini.

Apakah aku cukup dewasa menjalani semuanya? Aku tidak tahu pasti, yang jelas ketika aku menonton film dengan rating diatas 17 tahun, aku tidak memerlukan pengawasan dari orang tua. Aku sudah cukup mampu mengerti mana yang seharusnya aku jalani atau mana yang seharusnya aku tinggalkan.

Aku vulgar?

Aku tidak mengatasnamakan seni dalam tulisanku, aku hanya ingin berbagi sedikit pengalaman tentang hidupku yang aku sendiri tidak bisa mengibaratkannya dalam bentuk warna. Apakah hitam, putih, merah atau hijau. Yang pasti hanya aku menikmati hidupku. Baik ketika aku berada di atas maupun ketika aku sedang terpuruk.

Sudahlah, aku yakin kamu pasti tahu bahwa aku sudah cukup dewasa untuk menuliskan cerita hidupku ini. Bukan bermaksud untuk mengumbar, hanya berbagi pengalaman agar bisa dijadikan pelajaran. Agar hanya aku sajalah yang pernah merasa dibawah. Bukan kamu, keluargaku, sahabatku...

Tuesday, February 01, 2011

Everyday

Sudah sejak lama aku menantikan sesuatu yang bisa menjadi suatu kebiasaan bagiku. Ketika aku bisa melihat wajahnya, mendengar suaranya, menggenggam tangannya, setiap hari.
Hal sederhana yang tidak pernah aku dapatkan, setiap hari.
Ingin aku terbiasa dengan hal biasa ini, bukan hal luar biasa yang membuatku selalu menemukan landasan biru yang aku sendiri tidak tahu akankah bertahan atau hanya sementara.
Sepi, iya itu yang aku rasakan, setiap hari.
Aku pernah berkata padamu untuk jangan pergi, tapi lagi-lagi tugasmu menghalangiku membuat kebiasaan baru yang bisa kunikmati, setiap hari.
Pernah aku lalui hari yang panjang denganmu kurang lebih 120 jam. Lantas, apakah hal itu cukup membiasakanku untuk tidak bersamamu, setiap hari?
Tidak! Aku masih tidak terbiasa.
Bahkan setiap hela nafaskupun tidak terbiasa denganmu.
Aku ingin merubah takdir ketika semuanya bisa kujalani setiap harinya, setiap 24 jam, setiap 1440 menit, setiap 86400 detik.
Aku tidak ingin hanya mengikuti arah kompas dan berjalan lurus sesuai dengan jarum kutub positifnya.
Kubuang asap kejenuhanku untuk membakar kebiasannku yang sangat tidak kusukai. Aku mendambakan lirikan jual mahalmu yang tidak ingin kau lemparkan padaku. Meskipun aku tau kamu suka. Meskipun aku tau kamu juga mengigau menginginkannya.
Saat euforia hura-hura membelengguku untuk ikut bersama didalamnya, lalu apa aku senang terbiasa dengan itu? Bukan senang, hanya sedikit mengobati tentang mimpi kebiasaan lamaku.
Ketika kamu tidak memahami juga menyadari permainan jalan pintasku menuju mimpi-mimpiku, disanalah aku belajar untuk bagaimana bisa bertahan tanpa hadirmu.
Mungkin kamu tidak akan mengerti tentang apaku. Terpaksa harus kubunuh rasa rindu. Terpaksa, meskipun aku menikmatinya tanpa berharap kamu tahu

Akhir kata, aku masih merindumu. Setiap hari.

Tuesday, January 25, 2011

Elegi Malam Minggu

Rapikan rambutmu, kamu tidak tampak tampan saat rambutmu mulai panjang
Benahi kemejamu, kancingkan yang benar kamu tidak terlihat menawan
Bersihkan sepatumu, agar tidak mengotori lantai
Atau..
Gunakan saja kaos birumu, tidak baru tapi bersih dan wangi
Potong rambutmu sehingga kamu tidak kesulitan mengaturnya
Kunikmati pemandangan apa adanya tentangmu
Bukan dengan rayuan yang kau nyanyikan
Kunikmati senyum tawa lepasmu serta teriakan kagetmu
Bukan senyum yang kau buat untuk menggodaku
Semakin kuresapi alunan nafasmu terdengar merdu
Hangatnya mengunci punggungku untuk tetap bersamamu
Berawal dari 90 derajat kubenamkan perasaanku dibalik hembusmu
Membelai angin seolah kau suka wangi rambutku
Bisikan hangat menggelitikku untuk lebih berderu malu-malu
Kucoba bertahan sejenak buatmu semakin membisu iringi perasaan 180 derajatku
Kurasa, kupikir aku sudah cukup lelah kupalingkan wajahku
Kau merayu seakan tak peduli dengan keringat dan hembusan nafasku yang terbata-bata
Menggoda tapi mataku tak lagi ungkapkan kagumnya, hanya terlalu lama
Singgahkan aku ketempatku tapi harus denganmu
Berbalut hangat kupinta kau jangan pergi
Tawa kecilmu usap rasa yang mulai menyapa
Lagi-lagi kupinta kau untuk tidak pergi
Bersanding temaniku sembari kukumpulkan nyawaku menjadi genap kembali
Ah, aku terlalu lelah
Aku menyerah melarangmu untuk pergi
Tidak terima ketika harus melambai manja, mataku sayu
Tapi..
Cukup manis kau tinggalkanku dengan kecup dikeningku
Juga sedikit harapan tentang harum tubuhmu yang akan kurindukan

Casanova

Sebenarnya aku tidak tahu pasti tentang apa yang sebenarnya ingin kutulis. Bukan karena aku tidak memiliki inspirasi atau karena hidupku datar saja sehingga tidak ada yang perlu kutulis. Bukan!
Justru karena terlalu banyak yang ingin kutulis, tentang sisi gelap kehidupan yang aku jalani. Tetapi aku takut! Aku tidak cukup berani mengungkapkan keliaranku dibalik semua image yang telah aku buat.

Mungkin akan kuawali tulisanku tentang casanova. Bukan apa-apa tetapi hidupku tidak pernah jauh dari sosok pria yang sangat lihai menaklukkan wanitanya. Berbagai macam cara mereka gunakan, mungkin dia bukan sosok pria sempurna seperti yang kutulis pada posting sebelumnya. Tapi mereka memiliki satu daya tariknya yang sangat sulit untuk dihindari.

Siapa wanita yang tidak suka dipuji, dilindungi, diberi perhatian, peluk dan cium manja? Sangat naif kalau ada yang menjawab tidak! Munafik kukatakan. Lalu siapa yang mampu memperlakukan wanita sebaik itu? Merekalah para casanova.

Suara beratnya mempuisikan rayuan klisenya begitu indah. Menyentuh tangan dengan lembutnya. Memeluk dengan tangan kekarnya terasa hangat dan nyaman di dada bidangnya. Betapa manisnya diperlakukan seperti itu. Ketika kita para wanita menggunakan perasaan dan ego yang dengan mudah diluluhkan oleh hal-hal kecil tersebut. Iya sudah sangat jelas! Bagaimana mereka terlatih untuk memperlakukan wanita dengan baik. Tetapi semua itu hanya fatamorgana!

Setelah itu mereka akan membiarkanmu bermimpi tentang puisinya, merasakan dinginnya malam tanpa peluk hangat dan sakit serta perihnya kehilangan ketika hati tak bisa lagi berbohong orang yang memperlakukanmu dengan sangat baik meninggalkanmu begitu saja..

Tuesday, January 18, 2011

My Best Girls

Teringat ketika masa-masaku masing menggunakan kemeja putih dan rok abu-abu. Masih tergurat jelas di ingatanku. Aku, Yuvi, dan Tysna. Mungkin kami memang bukan remaja berlimpah harta yang setiap harinya meluangkan waktu sepulang sekolah untuk sekedar berjalan-jalan di pusat perbelanjaan dan menguras isi kantong disana. Namun kami bisa menguras seluruh tenaga untuk menangis dan tertawa bersama.

Mungkin kami juga bukan remaja yang brilian dengan nilai 100 bulat disetiap mata pelajarannya. Tetapi kami saling melengkapi dan membatu ketika kami membutuhkan suatu hal yang sekiranya kami tidak mampu melakukannya sendiri.

Ya, ketika aku membuka halaman jejaring sosialnya, aku sadar bahwa kami kini bukanlah remaja yang menggunakan seragam putih abu-abu lagi. Kami berpisah untuk mewujudkan mimpi kami masing-masing. Dan satu hal yang aku rasakan saat ini adalah aku merindukan mereka. SANGAT!

Kami pernah memiliki janji untuk memberi kabar ketika kelak kami memiliki kekasih baru. Kami berjanji untuk saling mengundang ketika kami menikah dengan pria impian kami. Kami juga berjanji untuk saling menjalin hubungan hingga kami bercucu kelak. Sungguh, aku ingin mewujudkan semua mimpi kami itu.

Pernah kami saling bertengkar, merasa tidak cocok satu sama lain, tapi taukah kamu? semuanya tidak pernah lebih dari hitungan 24 jam. Aku menyayangi mereka, sungguh. Aku terluka ketika mereka menangis, aku girang ketika mereka tertawa terbahak. Aku memeluk mereka ketika mereka membutuhkan sedikit bahuku untuk menenangkannya. Sangat indah persahabatan yang kami jalin. Seperti anak-anak perempuan remaja pada masanya.

Ribuan kali sudah aku memeluk mereka dan menciumnya menunjukkan rasa sayangku kepadanya. Namun hingga sekarang aku tidak pernah merasa cukup. Andai mereka disampingku saat ini, ingin rasanya aku berkata "Yuvi, kamu gendut sekaliiiii..diet!harus bisa kurus! Jangan ngemil terus", "Tysnaaaa, kamu nggak punya rok ya? Sekali-sekali pakai rok kamu itu, kamu cantik!".

Iya, kami adalah tiga remaja yang samasekali jauh dari sempurna. Tetapi jika suatu hari Tuhan memberikan kesempatan untuk kami bertiga saling bersatu menjadi satu individu, aku yakin tidak ada yang bisa mengalahkan kesempurnaan kami.

Yuvi, Tysna. Aku merindukan kalian, sangat...

Monday, January 17, 2011

Regret

18 tahun sudah aku menjalani segala manis pahit perjalanan hidupku. Waktu yang cukup panjang untuk menggores guratan cerita di kanvas kehidupan. Apakah ada suatu hal yang hingga saat ini kuratapi dan kusesali?

TIDAK

Aku cukup menikmati segala hal yang aku jalani saat ini. Tertawa bersama keluarga dan sahabat juga menangis bersamanya. Ketulusan dan dusta yang kubuat yang mungkin mewarnai atau menyakiti mereka. Tidak! Sedikitpun aku tak merasa menyesal. Ah iya, aku sedikit munafik menjawab pertanyaan ini tapi toh ketika aku merasa ingin kembali mengulang waktu aku hanya menanti kekosongan.

Apakah lantas aku menanti abad ke-22 dan menunggu hadirnya Doraemon dengan kantong ajaib yang memudahkan impianku? AKu tidak sebodoh itu untuk mengambil langkah tetapi aku juga tidak sekaku itu untuk bermimpi. Pernah aku bermimpi memiliki keluarga sempurna dengan segala kasih sayang (dengan materi berlimpah), memiliki kekasih sempurna dengan wajah rupawan (juga dengan materi berlimpah), keliling dunia (dengan menggunakan materi berlimpah). Apakah itu hanya mimpi belaka? Sekali lagi aku akan menjawab TIDAK! Aku akan dan pasti mendapatkannya kemarin atau esok hari dengan atau tanpa hadirnya Doraemon.

Haha, aku tertawa mengapa menjadi Doraemon yang kutulis? Mungkin karena sosok kucing biru menggemaskan itu adalah sosok yang dinanti oleh setiap manusia yang mungkin mereka sudah cukup putus asa dengan kehidupan yang mereka jalani.
Pernah aku merasa putus asa, pernah aku ingin akhiri saja penderitaanku. Mati mungkin?. Tapi lagi-lagi otakku memaksa logikanya untuk beraksi. Mati itu tidak enak!

Tidak ada tawa ketika mati, tidak ada tangis ketika mati, tidak ada cinta ketika mati, tidak ada lagi yang aku harapkan ketika aku mati.

Serba salah!

Ah ah ah, sudahlah. Kunikmati saja air mataku menetes dan wajah konyolku ketika tertawa terbahak.

Sunday, January 16, 2011

Karma

I feel it in the air, as I'm doing my hair
Preparing for another date
A kiss upon my cheek, as he reluctantly
As if I'm gonna be out late
I say I won't be long, just hanging with the girls
A lie I didn't have to tell
Because we both know where I'm about to go
And we know it very well

Rihanna - Unfaithful

Seketika aku terdiam mendengar lirik lagu tersebut. Lagu yang di putar di radio lokal di Jogjakarta saat aku mengendarai mobilku menuju ketempat dimana aku bisa menenangkan sedikit kejenuhanku dengan rutinitas. Aku hanya tersenyum simpul. Ah, memang itulah dunia tempat dimana dusta dan kebohongan tercipta. Dosa menjadi suatu koleksi wajib bagi setiap individu.
Aku menopang daguku. Sedikit memaksa otakku untuk berlari menuju pusat syaraf.
Ingin rasanya aku tertawa terbahak, sangat lucu hidup yang aku jalani. Ketika segala dosa telah aku lakukan, ketika kebohongan menjadi rutinitas sehari-hariku.

But karma does exist
Aku percaya semua yang telah aku lakukan selama ini akan mendapat balasan yang sama. Lebih sadis mungkin. Dan mungkin saat semua balasan itu menimpaku ada orang lain yang juga tersenyum simpul atau tertawa terbahak seperti yang aku lakukan saat ini. :)

Thursday, January 13, 2011

The Man with His Brands

Sempurna.
Iya kata yang tepat untuk mendeskripsikan pria ini. Mandiri, mapan, matang dan menarik. Ketika balutan barang-barang bermerek menutupi tubuhnya yang tegap. Mobil mewah yang mengantarkannya ke segala tempat yang ingin ia kunjungi. Aroma wangi parfum mahal melekat ditubuhnya.

Ah..
Aku hanya bisa berterimakasih kepada Tuhan aku sempat mengenal pria tersebut.
Karena ia mengajariku tentang ketidaksempurnaan dibalik balutan merek yang ia gunakan. Mengajariku untuk bekerja keras dan menghargai segala yang kita miliki untuk dicintai.

Sampai jumpa untuk waktu yang tidak ditentukan.

Tuesday, January 04, 2011

Fall in Love with You Again

Sudah terlalu banyak kesempatan yang aku lewatkan untuk mencintaimu lebih, untuk sekedar memberikanmu pertanyaan "Apa kamu sudah makan?", "Kamu sakit ya? Jangan lupa minum obat!"
Klise memang..
Pertanyaan bodoh yang anak SMP pun bisa lontarkan kepada cinta monyetnya.
Namun sejenak aku berfikir dan sadar, pertanyaan bodoh itu akan terdengar sangat menghibur ketika disampaikan oleh orang yang memiliki arti lebih..
Ingin sekali aku menanyakan sedikit pertanyaan bodoh itu untuk kesekian kalinya setelah sekian lama aku hanya mampu memberikan pernyataan yang menyakitimu.

Iya, aku menyakitimu..

Dengan kata kasarku, dengan perlakuan tidak sopanku. Aku malu! Iya, aku malu karena ternyata akulah yang bodoh. Membiarkanmu terpuruk dan terluka menyadari bahwa aku tidak sebaik saat pertama kita jumpa.

Membiarkanmu berbalut perih mengetahui aku bersenang-senang dengan lelaki dan itu bukan kamu.

Membiarkanmu berangan dengan seragam gagah yang kau gunakan dan gaun megah yang membalut tubuh kurusku dalam suatu upacara sakral. Yang pada klimaksnya aku akan berkata "I do.." dengan semu merah dipipiku.

Begini saja..

Bagaimana kalau kita berpura-pura jika kita tidak pernah mengenal satu sama lain sebelumnya. Aku bertemu denganmu di suatu kedai kopi. Aku akan menarik kemeja sahabatku dan berbisik kepadanya tentang betapa mengagumkannya dirimu.
Aku akan mencuri pandang, dan aku berjanji akan memalingkan wajahku ketika kamu juga melihat kearahku..

Betapa lucunya saat seperti itu. Ketika jantungku tidak lagi bisa menahan diri untuk melompat dari persinggahannya. Ketika aliran darah dari otakku turun dengan cepat dan menggumpal sejenak di tulang pipiku.

Aku ingin sekali lagi jatuh cinta denganmu..
Jatuh cinta dengan orang yang sama untuk kesekian kalinya..

Monday, January 03, 2011

Renungan

Proses ketika seseorang menjadi lebih pintar dan bertambah pengetahuannya, disaat itulah dia merasa menjadi lebih bodoh dari sebelumnya.
My Daddy (2010)