Jutaan perasaanku tertahan oleh kata-kata sendu menyayat hati.
Aku kehilangan seseorang yang teramat aku sayangi untuk puluhan hari terakhir ini.
Aku tau sayang, bagaimana rasanya menjadi dirimu..
Aku pernah berada di tempatmu
Aku pernah berujar yang sama denganmu
Aku pernah mengeluarkan nada yang sama dengan milikmu
Sungguh aku ingin katakan itu padamu.
Tiga puluh hari kedua cukup membuatku membuka mata, bahwa karma itu memang benar adanya.
Selalu saja kamu bilang aku menuduhmu salah, tidak sayang..
Aku hanya ingin mengenal dirimu lebih dalam, maaf jika ternyata ujarku menyakiti.
Maaf jika ternyata tingkahku menjengkelkan hati.
Aku hanya ingin tau pasti kamu mampu menjaga hati.
Dan sekarang aku menuliskan ironi.
Menceritakan sepi.
Sejak sore itu di stasiun kereta api.
Di kota dimana kita menyambung romansa dini.
Kamu yang berdiam diri.
Aku terlalu lelah untuk merangkai sajak, sayang..
Tanganku terlalu kotor untuk mengetikkan sajak-sajak manisku dulu
Hukum saja aku dengan diammu, tidak apa-apa sayangku
Aku memang pantas ditampar dengan sepi itu
Tapi sayang,
Aku hanya sekedar memberi tau, meskipun aku saat hafal dirimu yang tak mampu mengingat banyak tentang hal-hal mini
Nanti..
Jika tanganmu sudah tak lagi mampu membopongku dan aku sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri
Nanti..
Jika ada perempuan lain yang tidak cukup kuat untuk berjalan sendiri yang membutuhkan pertolongan dari kedua tanganmu untuk menjalani hari-hari
Jangan pernah kamu memeluk dia dengan diammu
Cukup aku menjadi tersangka terakhirmu
Terpenjara sepi, terpasung sunyi
Mereka terlalu rapuh untuk berpeluh sepi, sayang..
Aku berani bertaruh, kamu lupa jika aku kuat, sayang..
Kenapa kamu begitu pelupa, sayang..
Mungkin kamu juga lupa, bagaimana aku berusaha dan berjuang..
Jika ingatanmu tidak terlalu panjang untuk mengingat hal-hal kecil, katakan padaku. Jangan kamu simpan sendiri.
Aku akan mengingatnya untukmu, atas nama perasaanku..
No comments:
Post a Comment