11 Januari
saat itu, umurku tiga tahun kalau tidak salah mengingat.
Masih ada di
foto album lamaku.
Aku, Mas
Rory, Mama, Papa, Uti, dan Mbak Anik.
Acara ulang
tahun yang menyenangkan, aku mendapatkan handphone mainan.
Aku
menggerutu kesal karena bukan handphone sungguhan.
Bibirku
manyun karena handphone itu hanya berbunyi “Abracan”
Ya sudahlah,
Bella tiga tahun, berhenti menggerutu ketika mainan lama mampu mengalihkan.
11 Januari
saat itu, umurku tujuh tahun kalau tidak salah mengingat.
Acara tiup
lilin lagi yang sangat kusuka.
Tart, lilin,
snack, minuman ringan, Mas Rory, Mama, dan Papa.
Acara ulang
tahun yang masih menyenangkan, aku mendapatkan satu set lengkap spidol warna.
Ada sedikit
ucapan ulang tahun dari papa dan mama yang tidak mampu kuingat.
Yang aku
ingat saat itu adalah, aku menghadap tembok sambil membaca kartu ucapan dan aku
menangis.
Entah apa
yang kutangisi pada hari bahagiaku itu, tapi aku menangis.
Mungkin
karena kartu ucapan dari Mama Papa yang sangat kucinta.
11 Januari
saat itu, umurku entah berapa aku tidak bisa mengingat.
Sudah tidak
ada lagi acara tiup lilin yang kusuka.
Menggerutu
lagi lah aku dibuatnya.
Kuhias
kamarku sendiri dengan guntingan kertas krep dan balon berbagai warna.
Kuundang
teman-temanku datang kerumah untuk sekedar bercanda.
Mama Papa
hanya menggeleng-geleng kepala.
Banyak
makanan dan snack hiburan tiba-tiba.
Mungkin Mama
Papa masih belum membiarkan ulang tahunku biasa saja.
11 Januari
saat itu, umurku tujuh belas tahun dan aku beranjak dewasa.
Pulang dari
mengantar Mama ke pasar, kuluangkan waktuku dikamar membaca-baca.
Seperti
biasa, makan siang sudah waktunya.
Papa Mama
memanggilku untuk bergabung dimeja.
Saat itu
sudah terhidang nasi kuning lezat buatan Mama.
Juga roti
blackforest yang kusuka berhiaskan lilin dengan angka satu dan tujuh dengan api
menyala.
Hanya kami
bertiga. Aku, Mama, dan Papa.
Perayaan
tujuh belas tahun yang sederhana menyambut umurku yang menginjak usia dewasa.
11 Januari
saat itu, ketika umurku delapan belas, sembilan belas, dan dua puluh.
Aku jauh
dari keluarga.
Kutuntut
ilmu agar mampu membalas kue tart dan nasi kuning buatan Mama.
Belum juga
bisa.
Ucapan ulang
tahun tidak pernah terlupa diucapkan meskipun hanya mendengar suara.
Tapi suara
mereka tidak mampu membuatku menahan rindu yang ada.
Hanya
menahan suara getar dan menangis perlahan akan lantunan doa.
18 Januari
saat ini, aku bisa apa?
Aku sudah
berbuat apa?
Aku memberi
mereka apa?
Hari ini
hari ulang tahun papa.
Bahkan aku
tidak ingat pernah memberikan kado dalam bentuk apa.
Hari ini pun
aku jauh dari Papa.
Sekedar
peluk dan cium di pipi kanan kiri saja aku tidak bisa.
Padahal Papa
yang membungkuk membantuku menyeimbangkan sepeda roda duaku saat aku kecil
dahulu.
Padahal Papa
yang membuatku bercita-cita menggunakan toga di Universitas Gadjah Mada
Padahal Papa
yang melatihku mengendarai sepeda motor dan memarahiku ketika gas kuputar
berlebihan menunjukkan angka 60 di layar sepeda motor baruku.
Padahal Papa
yang membangkitkan semangatku kembali ketika traumaku mengendarai mobil dan
pernah menabrakkannya.
Padahal Papa
yang selalu mengomeliku ketika kutinggalkan ibadah.
Padahal Papa
yang mengantarkanku ke Jogja, menyambut cita-cita dengan tenaga dan waktu yang
rela dikorbankannya.
Padahal Papa
yang mendorongku memasukkan beasiswa yang menerbangkanku ke negeri sakura.
Padahal Papa
yang tetap berkata iya ketika aku terus meminta uang saku yang tak cukup-cukup
juga. Meskipun aku tahu berkerutlah keningnya ketika aku meminta.
Satu hal
yang masih pekat dalam ingatanku adalah ketika pertama kali Papa dan Mama akan
meninggalkanku sendiri tinggal di Jogja. Tepat sebelum Papa keluar dari kamar
kost 4x4ku, Papa memelukku dan memberi wejangan dengan nada suara bergetar. Aku
meminta maaf pada Papa karena selama aku tinggal dirumah dengannya aku selalu
bandel dan menyusahkannya.
Bahkan pada
saat itu Papa masih mampu berkata “Adik nggak perlu minta maaf. Papa bangga.”
Maaf Pa,
Adik belum sepenuhnya bisa membuat Papa bangga.
Selamat
Ulang Tahun yang ke-51, Papa.
Terimakasih
telah menjadi Papa yang sangat luar biasa.
Terimakasih.
Papa
laki-laki terhebat yang pernah ada.
Sun Jauh,
Adik.
No comments:
Post a Comment