Membunuh waktu untuk sekedar duduk sendiri disudut kedai kopi sembari mengetikkan sajak lamaku sebenarnya bukan kegiatan favoritku. Cangkir kopi pertamaku pun telah mengering dan aku belum mampu menyelesaikan ceritaku. Otakku buntu. Setelah berlarian mencari jalan dan masih tidak bisa menemukan pintu. Kupesan cangkir kopi keduaku. Barangkali cangkir yang kedua mampu membantu. Kuangkat tangan kananku dan waiter mengangguk tau. Ia mengeluarkan catatan dari sebelah kanan saku. Sebelum sempat ia menuliskan pesananku aku sudah kembali berkutat dengan sajakku.
Hei cantik, apa kabar kamu? Sudah lama kita tidak bertemu..
Seorang perempuan cantik yang baru memasuki kedai kopi ini menyapaku. Ya aku mengenal dia, sahabat lamaku ketika kami dulu masih duduk di bangku kuliah.
Oh halo, kabarku baik. Sangat baik. Bagaimana denganmu?
As you look, darl. I'm great.
Oh baguslah. Duduklah disini bersamaku. Aku rindu denganmu. Aku ingin bercerita dan mendengar cerita kehidupanmu. Apakah kamu masih seperti pasangan disebelah meja kita?
Aku mengedipkan sebelah mata. Ia tertawa.
Ya sepertinya sudah tidak lagi. Kamu sudah terlihat sangat dewasa. Aku yakin kamu tidak lagi seperti pasangan dimabuk asmara. Luka-luka terdahulu membuatmu mampu menertawakan pasangan bercinta.
Ya dan sepertinya sudah tidak lagi seperti dulu. Berkencan di kafe untuk sekedar mengumbar kata mesra. Merencanakan pernikanan di usia muda. Bermimpi akan mendapatkan hidup yang bahagia berdua. Mengarang-ngarang tentang siapa nantinya nama anak pertama.
Lagi-lagi sahabat cantikku ini mengumbar senyum bahagia.
Kamu masih sama sayang. Sama persis seperti dulu, masih dengan mudahnya menebak segala kehidupanku.
Yah memang bukan hal yang sulit untukku mengerti bagaimana dirimu. Aku sangat mengenalmu. Lihat sekarang dirimu. Aku berani bertaruh kamu sekarang menjadi wanita karir muda dan kaya raya.
Yah dan sangat mudah menebakmu, seorang wanita muda yang kaya datang sendiri di kedai kopi ini hanya untuk sekedar menyesap pahit kopi. Belajar memahami bagaimana ternyata kamu tidak sendiri. Dan akhirnya kamu malah menemukanku disini. Yah, aku yakin kamu bahagia bertemu aku lagi. Kamu ingat? Kita kan partner sakit hati.
Sudut bibirnya tertarik ke ujung-ujungnya. Mencetak senyum yang sekarang sudah jauh terlihat lebih dewasa.
Jadi apa yang kamu lakukan sekarang, sayang?
Masih sama. Aku masih suka merangkai sajak kata. Pergi ke klab hanya untuk sekedar mencari vitamin mata. Pulang dan terbangun entah dimana. Bersanding pria bertelanjang dada. Dan sampai aku pulangpun aku akan lupa siapa namanya.
Ketika malam hari ponselku berdering dan aku selalu tidak mengetahui siapa disana yang berbicara. Mungkin salah satu dari sekian banyak pria-pria bertelanjang dada.
Tidakkah satu diantara mereka yang kamu suka?
Kamu mengenalku. Aku pernah terluka juga dengan pria yang bertelanjang dada. Kamu kira aku akan mudah percaya dengan laki-laki yang serupa? Sempat dipikiranku aku mau selalu sendiri saja. Toh kalo nantinya berujung cerita yang sama buat apa? Sudah banyak ceceran hatiku tertinggal dibalik pria yang bertelanjang dada. Aku masih ingin memelihara kepingan yang tersisa. Jadi sungguh aku mohon jangan tanyakan hubunganku dengan perasaan dan cinta. Sungguh aku cukup muak dengan mereka.
Yah toh nantinya kalo memang aku sudah harus menikah itu hanya tuntutan sosial saja.
Aku ikut berduka, aku juga merasakan hal yang sama, Bella :)
No comments:
Post a Comment