Sudah sejak lama aku menantikan sesuatu yang bisa menjadi suatu kebiasaan bagiku. Ketika aku bisa melihat wajahnya, mendengar suaranya, menggenggam tangannya, setiap hari.
Hal sederhana yang tidak pernah aku dapatkan, setiap hari.
Ingin aku terbiasa dengan hal biasa ini, bukan hal luar biasa yang membuatku selalu menemukan landasan biru yang aku sendiri tidak tahu akankah bertahan atau hanya sementara.
Sepi, iya itu yang aku rasakan, setiap hari.
Aku pernah berkata padamu untuk jangan pergi, tapi lagi-lagi tugasmu menghalangiku membuat kebiasaan baru yang bisa kunikmati, setiap hari.
Pernah aku lalui hari yang panjang denganmu kurang lebih 120 jam. Lantas, apakah hal itu cukup membiasakanku untuk tidak bersamamu, setiap hari?
Tidak! Aku masih tidak terbiasa.
Bahkan setiap hela nafaskupun tidak terbiasa denganmu.
Aku ingin merubah takdir ketika semuanya bisa kujalani setiap harinya, setiap 24 jam, setiap 1440 menit, setiap 86400 detik.
Aku tidak ingin hanya mengikuti arah kompas dan berjalan lurus sesuai dengan jarum kutub positifnya.
Kubuang asap kejenuhanku untuk membakar kebiasannku yang sangat tidak kusukai. Aku mendambakan lirikan jual mahalmu yang tidak ingin kau lemparkan padaku. Meskipun aku tau kamu suka. Meskipun aku tau kamu juga mengigau menginginkannya.
Saat euforia hura-hura membelengguku untuk ikut bersama didalamnya, lalu apa aku senang terbiasa dengan itu? Bukan senang, hanya sedikit mengobati tentang mimpi kebiasaan lamaku.
Ketika kamu tidak memahami juga menyadari permainan jalan pintasku menuju mimpi-mimpiku, disanalah aku belajar untuk bagaimana bisa bertahan tanpa hadirmu.
Mungkin kamu tidak akan mengerti tentang apaku. Terpaksa harus kubunuh rasa rindu. Terpaksa, meskipun aku menikmatinya tanpa berharap kamu tahu
Akhir kata, aku masih merindumu. Setiap hari.
No comments:
Post a Comment