Jarum jam dinding di kamar kosku terlampau cepat berjalan kekanan. Mataku mengerjap-ngerjap menjernihkan mata yang mulai buram. Kuambil jam dinding itu dan mengecek baterainya. Kupasang pada alarmku mejaku yang hampir tidak pernah kugunakan. Indikator detik digitalnya pun berkedip lebih cepat.
Ada apa dengan jam-jam ini?
Mengapa mereka berjalan begitu cepat?
Kepalaku mulai berat. Kopi hitam yang sore tadi kubuat sudah lagi tak berguna. Menyandarkan kepala disela-sela bantal lapukku adalah pilihan yang tepat.
Dengan cepatnya kepalaku berputar-putar. Ah, ada apa sih aku ini?
Memejamkan mataku erat-erat agar putarannya bisa berkurang lambat.
Ya..
Pelan pelan..
Kepalaku sudah tidak berputar cepat lagi, sakit yang tadi kurasa juga menjadi nikmat.
Sejenak aku terlelap.
Aku menggunakan blazer hitam favoritku dengan rok hitam diatas lutut. Ya memang begitulah outfit sehari-hariku. Bangga menjadi salah satu manajer muda di perusahaan milik ayahku.
Karir, karir, karir.
Cuma itu yang ada di benakku. Bekerja merupakan hiburan yang menyenangkan untukku. Bertemu klien, membicarakan kerja sama perusahaan di rumah makan yang menguras kocek sebulan, tapi aku menikmati itu.
Sepatu yang kupakai bukan lagi Gosh, Bellagio atau sepatu berjejer di Centro. Manolo pun aku mampu.
Pagi itu aku berjalan dari parkiran menuju pintu masuk perusahaanku. menyapa satpam yang setia membuka pintu.
Menyusuri lobby dan mengamati satu-persatu. Aku terpaku disitu ada kamu yang juga sedang melihatku.
"Haloo.. Astaga sudah lama sekali kita tidak bertemu. Apa kabarmu?" kataku yang selalu ramah padamu, selalu begitu. Karena dulu aku milikmu.
"Hei, aku baik-baik saja. Kamu bekerja disini?" jawabmu dengan senyum renyahmu dan gigi rapimu yang dulu pernah menggigit tengkukku.
"Iya aku bekerja disini, sudah lumayan lama. Apa kamu bekerja disini juga? Atau jangan-jangan kamu klienku? haha" aku berharap kamu menjawab iya, biar kita rasa lagi waktu dulu yang sangat kusuka.
"Oh tidak, aku hanya menunggu istriku memantau saham disini."
Saat itu aku mau satpam didepan pintu menyergapku secepatnya. Membungkam mulutku dan menyeretku ketempat gelap. Merampok segala isi tasku dan membunuhku.
Tidak perlu. Aku sudah mati. Kamu ternyata beristri.
Nafasku sesak. Mataku terbuka.
Ah, syukurlah. Hanya bunga tidur saja.
Nafasku masih terengah-engah. Masih sangat segar diingatan bagaimana kalimat terakhirmu membangunkanku.
Untung saja aku tidak berada disitu. Bukan aku yang ber-Manolo dan mendengar kamu sudah beristri.
Pikiranku sibuk sendiri.
Terlalu jauh aku bermimpi.
Lalu aku mulai mengingat kamu, wajahmu yang berhias mata beningmu, hidung mancungmu, rahang kerasmu dan bibir kesukaanku.
Dulu ketika malam aku terbangun karena mimpi burukku, aku lihat wajahmu disampingku. Tertidur lucu. Hilang sudah rasa kantukku.
Lalu aku mulai bercerita dan berandai-andai dengan mata terpejammu.
Semoga bisikku menelisip masuk kedalam mimpimu.
Dan ketika kamu mulai bergerak-gerak terganggu celotehanku aku segera memejamkan mataku berpura-pura tidur.
Kamu menarikkan selimutku sebatas bahu, mencium keningku dan mengatakan "Aku sayang kamu" juga ditutup dengan kecupan kecil di bibirku.
Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Panas tubuhmu yang menghangatkanku ketika kamu bilang padaku "sayang, tangan kamu kenapa dingin?"
Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Usapan bibir lembut yang kau curi-curi saat aku sedang bersama teman-temanku.
Belum sanggup kulupa malam-malam bersamamu.
Saat aku bersihkan air matamu dengan tangan kotorku.
Semuanya masih tentang kamu.
Dan ketika semuanya hilang, jiwa-jiwaku juga ikut terbang.
Terimakasih, kamu pergi ketika kita masih ada sedikit sisa bahagia.
Dan bukan sesal dan benci yang tercipta.
Coba saja kamu tahu seperti apa malamku
Tiada lelah menangisi kepergianmu :)
No comments:
Post a Comment