Aku membuka lembaran album lamaku. Membaca-baca tentang yang dulu. Aku tersenyum lucu. Mengingat masa lalu. Yang awalnya kukira semua sudah tentu.
Aku membuka halaman baru. Mencoba menulis sesuatu hal yang seru. Menulis tentang orang-orang baru yang mungkin bisa kujamu. Ah, malah menjadi sesuatu yang tabu.
Aku membuka halaman dua puluh satu. Cerita tentang dia dan aku. Cerita pendek yang sudah berlalu. Nyanyian-nyanyian mimpi yang terdengar merdu.
Aku membuka halaman rindu. Kisahku. Tentang aku, dia, atau kamu. Yang bercampur menjadi rancu. Juga sedikit goresan-goresan berwarna biru.
Aku membuka halaman satu. Kembali lagi kecerita yang dulu. Tentang cerita hidup yang semu. Dan menimba harap suatu hari akan menerima seorang tamu. Tamu yang satu.
Aku berhenti dan menutup albumku.
Kukira aku tidak memerlukannya lagi. Untuk apa kusimpan? Untuk membantuku mengingat masa lalu? Melihat luka-luka itu? Mendengar bisikan mimpi yang tidak perlu?
Kunyalakan lampu kamarku. Awan sore yang mulai meredup. Cukuplah untuk memberi cahaya baru. Kudengar dering telepon genggamku. Kamu sudah menunggu didepan pagar kos-ku.
Segera aku berlari mengambil kunci kamarku, membuka pintu dan ingin segera menemuimu. Melihat wajah barumu. Aku tersenyum tersipu. Kamu membalas kaku.
Sore itu. Menjadi sore dengan waktu terpanjang dalam sejarah hidupku. Hanya ada aku dan kamu. Saling bergandeng dan menggenggam tangan seakan tidak mau ada yang pergi atau berlalu. Tidak peduli dengan waktu.
Sore itu. Aku dan kamu. Satu.
Sore itu. Kamu memberiku album baru. Aku tersenyum malu-malu.
No comments:
Post a Comment