Aku bukan orang yang pandai menghitung dosa. Aku bukan orang yang bisa berselingkuh dengan diriku sendiri. Aku bukan orang jenius yang mampu menata perasaan alphabetis. Aku ceroboh. Sangat ceroboh.
Sudah berapa gelas dirumahku yang terpeleset dari telapak tanganku. Sudah berkali-kali aku lupa mematikan lampu. Seringkali pula aku lupa siapa nama teman-temanku. Aku ceroboh, aku mengiring orang yang belum saya kenal benar. Mengikutinya berlari hingga terseret-seret.
Nah, benar kan? Aku temukan banyak luka di kakiku, juga ditanganku, dan disekitar wajahku. Lalu dia menyambut dengan lembaran-lembaran dusta mendongeng dengan indahnya. Aku terlelap. Aku tertidur.
Ternyata ratusan malam kulewati sia-sia saja. Dia membangunkanku dengan air keras. Menampar dan membanting harga diri. Apa dayaku? Apa aku mampu membalas? Ternyata tidak. Aku menemukan diriku sudah penuh dengan bekas luka, sudah sembuh memang. Tapi bekasnya sungguh sangat mengganggu. Goresan-goresan cokelat tua juga rangkaian kain suci yang menutupinya.
Coba saja aku berjalan sendiri pada saat itu. Tidak akan ada bekas-bekas laknat itu. Aku menghina diriku sendiri dengan keinginanku. Aku mencaci dan meludahi kepalaku sendiri.
Aku menyesal. Iya sungguh aku sangat menyesal. Kenapa harus denganmu? Kenapa harus bergandeng dibelakangmu?
Kulihat deretan angka di kalender mejaku. Aku tidak mampu menghitung sisa usiaku. Sedangkan aku belum mampu pula menghilang bekas-bekas itu. Bagaimana kalau sudah habis waktuku?
Luka-luka itu tidak bisa dinamakan cinta, sayang..
No comments:
Post a Comment