Bukan melankolis, bukan cerita cinta.
Aku selesai menulis beberapa goresan tentang kamu yang kusembunyikan dibawah meja belajarku. Sebuah tanda ketika aku bisa menerimamu.
Satu minggu. Bukan waktu yang cukup untuk aku mampu mengenalmu. Tapi satu minggu kamu menggeledah isi otakku. Meneliti dan menganalisa tentangku dan membuat formula baru. Mendidih. Menguap. Ada asap diatas kepalaku. Ya memang begitulah otakku.
Masih terlalu lugu aku akan hal-hal baru, orang-orang baru juga suasana baru.
Aku.. Aku..
Sudah kuhitung berapa banyak candu yang menggelayut di kakiku. Memaksaku menyeret tentang cerita masa lalu yang sungguh ingin kutendang jauh. Hanya saja entah mengapa kamu masih saja sudi menungguku berjalan terseret. Oh atau mungkin aku berhasil berpura-pura mampu berlari cepat.
Tidak seperti sebelumnya, bukan cassanova, bingkai sederhana.
Hatiku menjadi sombong! Sangat acuh. Ia tidak peduli dengan apa kata logika. Ia tidak pernah bisa menolak untuk menjamu perasaan senang dan bahagia ketika bertemu lawannya.
Bukan melankolis, bukan puisi cinta.
Umpatan yang berakhir tawa. Selalu berhasil mengikat syaraf bahagia. Begitulah adanya. Manis-manis saja yang kurasa, bukan apa-apa hanya saja aku ingin merasa bahagia. Terkasihi dan mangasihi. Selayaknya aku bisa cemburu dengan istri kakakku, seperti aku kesal dengan pekerjaan sibuk ayahku, juga dering ponsel ibuku yang mengganggu. Dan sekarang aku bisa marah ketika kamu tidak ada waktu.
Bukan waktu yang lama untuk bisa memberi, tapi apa daya. Satu sangkar telah mengurung kami..
Memang seperti ini adanya, bukan melankolis, bukan cerita cinta.
Jarak dan waktu yang tidak membatasi kita :)
No comments:
Post a Comment